Rumah Adat Kepahiang Dinilai Belum Beri Manfaat Untuk Kemajuan Sektor Wisata
ADAT: Sebagai salah satu ikon wisata, bangunan rumah adat Kepahiang tak dimanfaatkan maksimal.-foto: heru/koranrb.id-
Ketua Umum HMI Komisariat UMB II itu menilai, banyak cara yang bisa dilakukan Pemkab Kepahiang untuk menarik minat warga ataupun pengunjung luar daerah datang ke rumah adat.
Bukan sekedar festival daerah, yang pelaksanannya hanya setahun sekali.
"Memang butuh keseriusan, saya kira kalau hanya festival setahun sekali di rumah adat, tak cukup. Sayang sekali, padahal rumah adat ini dibangun menggunakan uang rakyat yang tak sedikit," kritik Kurnia.
Semula, rumah adat Kabupaten Kepahiang dirancang menjadi pusat pembinaan kesenian Kabupaten Kepahiang.
Mulai dari seni tari, seni lukis, musik tradisonal hingga musik modern.
Di dalamnya, akan diisi sarana prasarana pendukung seperti pakaian adat Kepahiang dan sejumlah peralatan lain terkait Adat Kepahiang.
Sebelum dibangun menggunakan APBD, rumah adat dirancang berdasarkan hasil observasi Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Kepahiang.
BACA JUGA:Anies: Ekonomi Indonesia Dikuasai Segelintir Orang, Kami akan Lawan
Secara umum, rumah adat Kepahiang ini ada kemiripan dengan rumah adat yang ada di Curup dan Lebong Provinsi Bengkulu.
Khususnya di bagian atap yang sedikit melengkung.
Namun, rumah adat Kepahiang memiliki beberapa perbedaan dengan rumah adat Rejang lainnya khususnya di bagian belakang.
Di dalamnya, terdapat ruang tempat tidur anak perempuan, tempat tidur utama.
Termasuk bagian dapur, yang dibuat semirip mungkin dengan rumah adat milik masyarakat Kabupaten Kepahiang yang sudah lampau.
Dari sini pula diharapkan, rumah adat dapat mengambarkan kepada siapapun yang melihat bagaimana kondisi rumah adat Kabupaten Kepahiang yang sebenarnya saat dulu.
Diketahui, rumah adat dibangun di atas lahan seluas 8,631 M2 milik Kementerian Kehutanan dengan nomor sertifikat 07.07.01.15.4.00003.