Kalau Tidak Melihat Tanda-tandanya, Tak Boleh Bilang Ada
dr Stephanie Renni Anindita SpFM--istimewa
KORANRB.ID - JIKA pada umumnya dokter bisa menanyakan langsung keluhan pasien, tidak demikian dengan dokter forensik. Pasien mereka tidak bisa bicara.
Bahkan sudah terbujur kaku dan kadang tidak dalam kondisi utuh.
”Kami menggunakan ilmu kedokteran untuk mengungkap penyebab kematian korban dan kepentingan peradilan,” kata dr Stephanie Renni Anindita SpFM saat dihubungi Jawa Pos pada Kamis 1 Februari 2024.
Tugas dokter forensik, menurut dia, adalah membantu memberikan keadilan kepada mereka yang tidak bisa lagi bicara.
Perempuan 36 tahun itu menyatakan, kadang ada perbedaan antara temuan dokter forensik dan kronologi yang didapat dari penyidik.
BACA JUGA:Bank Syariah Indonesia Kelola Asset Under Custody Sebesar Rp85 Triliun
Dia pernah menangani kasus pembunuhan yang informasi awalnya adalah kecelakaan lalu lintas.
Ditemukannya luka signifikan pada bagian leher melunturkan kecelakaan sebagai penyebab kematian.
”Kalau kecelakaan, pasti yang kena bagian tubuh yang terbuka kayak dahi, pipi, tangan, atau kaki. Tapi, yang saya temukan, ada lecet itu pada bagian leher,” ungkapnya.
Informasi disertai bukti dari Stephanie itu lantas membongkar fakta bahwa korban dibunuh.
BACA JUGA:Gotong Royong Bentuk Rasa Solidaritas
”Sama pelaku, leher korban dicekik. Lalu, korban dilempar ke pinggir jalan,” ungkapnya.
Secara prosedural, bagaimana biasanya dokter forensik memeriksa para pasiennya? Stephanie menjelaskan, begitu menerima pasien, dokter akan berkomunikasi dengan penyidik dari kepolisian untuk mencari tahu kronologi kematiannya.
Setelah itu, dokter forensik melakukan pemeriksaan luar.