Penyelidikan Bangunan Kota Tuo Disorot
AMBRUK: Bangunan objek wisata Kota Tuo di Kelurahan Pasar Bengkulu, yang ambruk setelah satu tahun seelsai dibangun. (FIKI/RB)--
KORANRB.ID – Sudah hampir satu tahun, penyelidikan kasus ambruknya bangunan objek Wisata Kota Tuo oleh Polresta Bengkulu, sampai saat ini belum ada kepastian. Apakah kasus ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan atau akan dihentikan.
Terkait hal ini, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki), Melyansori mempertanyakan perkembangan kasus ambruknya bangunan objek wisata Kota Tuo yang saat ini masih ditangani oleh Polresta Bengkulu. Namun, sampai saat ini Kepolisian belum juga menetapkan tersangka atas perkara tersebut.
BACA JUGA:Berkas Dakwaan 4 Tsk Selesai, Pejabat Pemkot Diperiksa Penyaluran Samisake
“Kalau sudah ditemukan bukti yang kuat, segera tetapkan tersangkanya,” ujar Ketua Puskaki Bengkulu, Melyan Sori, kemarin (12/11).
Lebih lanjut dikatakan Melyan, kasus ambruknya bangunan Kota Tuo sudah cukup lama ditangani oleh Kepolisian Polresta Bengkulu, seharusnya Kepolisia sudah mendapatkan bukti-bukti yang kuta untuk menetapkan tersangka, atas ambruknya bangunan yang bernilai miliar rupiah tersebut.
BACA JUGA:Temuan Belanja BOS Rp 1,9 Miliar, Disdikbud: Salah Input Data
Berdasarkan LPSE Kota Bengkulu, bangunan tersebut dibangun menggunakan anggaran dari APBD Kota Bengkulu TA 2021, sebesar Rp 6,5 miliar. Informasinya, dalam pembangunan Kuta Tuo juga ada kucuran dana dari Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW).
“Harus ada yang bertanggungjawab atas ambruknya bangunan Kota Tuo ini, karena anggaran yang dikucurkan untuk pembangunan tersebut tidak sedikit,” kata Melyan.
BACA JUGA:PH: 14 Kapus dan PPTK Diduga Punya Peran Sama
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando, S.H., M.H., CIL. C.Med memaparkan, kasus ambruknya bangunan wisata Kota Tuo di Bengkulu menimbulkan dua skenario yang sangat berbeda dalam hal konsekuensi dan tanggung jawab.
Di satu sisi, apabila keruntuhan tersebut dikarenakan oleh faktor-faktor di luar kendali manusia, seperti bencana alam atau perubahan drastis kondisi geologis dan iklim, maka situasi ini mungkin tidak akan menghasilkan tanggung jawab atau konsekuensi hukum.
“Ini karena penyebab kerusakan tersebut tidak terkait dengan kelalaian manusia, melainkan merupakan akibat dari keadaan yang tidak dapat diperkirakan atau dihindari,” kata Zico.
Namun, dalam skenario berbeda, Jelas Zico, jika ditemukan bahwa keruntuhan disebabkan oleh kelalaian dalam proses perencanaan, pengawasan, atau eksekusi pembangunan khususnya. Mengingat penggunaan dana publik dari APBD dan APBN hal ini dapat membuka pintu untuk tuntutan hukum yang signifikan.