Kuari Diduga Ilegal Beroperasi, APH Diminta Usut

Anggota DPRD Seluma, Tenno Haika--IZUL/RB

KORANRB.ID – Tambang galian C atau kuari diduga ilegal beroperasi di salah satu desa di Kecamatan Air Periukan. Kuari diduga ilegal tersebut beroperasi diduga belum mengantongi izin lengkap. Sehingga aparat penegak hukum (APH) diminta untuk mengusutnya. 

Warga di sekitar kuari juga sempat datang menanyakan izin kuari diduga ilegal itu pada pengelola. Namun diduga pengelola kuari saat itu tidak bisa menunjukkan izin kuari kepada warga.

Anggota DPRD Seluma, Tenno Haika menegaskan agar Pemkab Seluma dan aparat penegak hukum (APH) harus tegas dan mengusut tuntas adanya dugaan kuari ilegal di salah satu desa di Kecamatan Air Periukan itu. 

BACA JUGA:Dana Stunting Rp57 Miliar Dilidik, Ini Kata Jaksa Kejari Seluma

BACA JUGA:Cegah Aliran Sesat, Jaksa di Bengkulu Utara Kumpulkan Tokoh Agama

Dia menyebut banyak laporan warga terkait dugaan kuari ilegal itu masuk kepadanya. Masyarakat melaporkan bahwa perusahaan pengelola kuari tersebut diduga tidak mampu melengkapi beberapa perizinan, namun tetap beroperasi. 

"Sudah ada laporan masyarakat yang protes, maka dari itu kita meminta APH dan Pemkab Seluma mengusut perizinannya agar jelas,"tegas Tenno.

Menurut Tenno, pengusutan ini harus dilakukan segera agar tiada lagi perselisihan diantara warga sekitar dan pengelola kuari. 

Karena informasinya banyak warga yang diduga dicatut namanya dalam penandatangan izin tetangga. Padahal warga tidak merasa ada yang pernah tandatangan. 

BACA JUGA:Kuota LPG 3 Kg Kurang, Usul Tambah, Belum Pasti

BACA JUGA:Hendak Jual Barang Curian, Bapak dan Anak Ditangkap

Tenno menegaskan bahwa sebenarnya DPRD mendukung jika benar kuari tersebut memang sudah melengkapi perizinan. Namun jika tidak lengkap atau ilegal, tentunya sangat merugikan masyarakat. 

Karena selain mempengaruhi debit dan kualitas air di sekitar kuari yang biasanya dimanfaatkan warga, adanya aktifitas penambangan ilegal juga tidak berkontribusi apa-apa. Termasuk dalam hal menambah pendapatan asli daerah karena tidak teregistrasi.

"Dampaknya tidak hanya dirasakan masyarakat, namun juga merugikan daerah karena hasilnya tidak masuk ke kas daerah baik melalui PAD maupun dana bagi hasil (DBH)," jelas Tenno.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan