Baru kemudian, pada musim 2002/2003 Como mentas ke panggung serie A dan langsung terdegradasi di musim itu juga.
BACA JUGA:Kabupaten Kaur Berkekuatan 82 Atlet, Silat Target 5 Emas Popda
BACA JUGA:Bukan Akhir dari Segalanya, STY Usung Target Besar ke Piala Dunia 2026
Nama Como, nyaris terkubur dalam-dalam pada sejarah sepakbola Italia usai dinyatakan bangkrut pada musim 2018.
Tak ada investor yang melirik, karena memang Como dianggap bukanlah tim besar apalagi menjanjikan.
Beda halnya dengan Parma, meski sempat dinyatakan bangkrut, namun Parma sudah mencatat tinta emas sebagai tim besar Serie A di era 90-an.
Tak lama, investor pun berdatangan untuk membeli klub yang lekat dengan jersey kuning strip hitamnya tersebut.
Di tahun 2018, jadi titik terendah sejarah klub. Como dinyatakan bangkrut dan terlempar ke kasta terendah sepakbola profesional Liga Italia, yakni Serie D.
Como pun benar-benar jadi tim semenjana, yang banyak diperkirakan akan tamat sejarahnya.
Entah ada angin dari mana, tiba-tiba seorang konglomerat Indonesia datang.
Bos Djarum mengakuisisi klub medioker yang sudah bangkrut tersebut, di tahun 2019.
Di masa itu, hadirnya orang kaya Indonesia di kanca persepakbolaan Italia bukan lagi hal baru.
Karena sebelumnya, tepatnya mulai November 2013 orang kaya Indonesia lainnya Erick Thohir telah lebih dulu membeli klub top Inter Milan yang juga diambang kebangkrutan.
Ia membeli saham mayoritas Inter Milan dari Massimo Moratti.
Erick pun menjadi Presiden Klub inter Milan. Namun, penguasaan saham mayoritas Erick Thohir di Inter Milan tak lama.
Per 2016, pria yang kini menjabat Ketua PSSI tersebut melepas saham mayoritas klub ke Suning Holdings Group Co asal China.