Sebab, ada berbagai jenis pemutusan hubungan kerja.
BACA JUGA:Puskesmas di Kaur Kekurangan Obat, Ini Penyebab Utamanya
BACA JUGA:Pansus DPRD Bengkulu Utara Berikan Target IPM 2024 dalam Raperda LKPj
Contohnya, resign, pensiun, atau meninggal. Belum lagi mereka yang dirumahkan tanpa upah.
”Di aturan baru ini tidak disebutkan secara eksplisit. Misal ketika meninggal dunia, ahli warisnya ini apakah mendapat layanan kesehatan selama enam bulan?” katanya.
Lalu, pada pasal 27 ayat 3a dinyatakan bahwa pemberi kerja atau perusahaan wajib membiayai iuran dan tunggakan jika masih ada perselisihan PHK.
Itu sesuai juga dengan PP 35/2021 karena pengusaha wajib membayar upah.
BACA JUGA:Pansus DPRD Bengkulu Utara Berikan Target IPM 2024 dalam Raperda LKPj
BACA JUGA:Masa Jabatan 8 Tahun, Dewan Bengkulu Utara Beri Peringatan Kades Agar Tidak Terjerat Korupsi
”Pasal ini bagus, tapi bagaimana BPJS Kesehatan mengawal? Khawatir tidak jalan,” katanya.
Timboel khawatir, ketika dalam proses perselisihan, lalu perusahaan tidak membayarkan iuran, pekerja otomatis tidak aktif menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Hal itulah yang harus dipastikan BPJS Kesehatan.
Apabila nanti sistem tersebut tidak jalan dan PPU tidak mendapatkan layanan kesehatan, akan timbul perselisihan baru.
Padahal, bisa saja pekerja sedang fokus pada perselisihan hubungan industrial tentang PHK yang diterima.
BACA JUGA:Pelajar SMP Jadi Korban Begal, Handphone dan Sepeda Motor Hilang
BACA JUGA:Kembalikan Formulir, Rohidin Optimis Diusung PKS di Pilgub Bengkulu 2024, Ini Penjelasannya