KORANRB.ID - Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSPPP-SPSI) Bengkulu datangi Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu.
Kedatangan serikat buruh tersebut, dalam rangka audiensi tolak kebijakan Pemerintah Pusat terkait dengan adanya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Bagi PD FSPPP-SPSI Bengkulu, adanya Tapera dengan berlakunya PP No.21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020.
Sebagai turunan Undang-Undang ini mewajibkan semua pekerja swasta dan mandiri wajib mengiur dan hal ini memberatkan para buruh yang wajib dipotong sebesar 2,5 persen dari upahnya dan dari pengusaha/pemberi kerja sebesar 0,5 persen sehingga menjadi 3 persen yang diperuntukkan wajib bagi semua pekerja.
BACA JUGA: Didominasi Gen Z, Transaksi Pasar Modal di Bengkulu Tembus Rp156 Miliar Per Mei 2024
BACA JUGA:Belum Ada Petunjuk Soal Bansos untuk Korban Judol
''Kami totalkan ada sekitar 14 sekian persen potongan gaji kami dan 7,5 persen itu dari uang kami yang dipotong.
Yang kami heran ini pemerintah membuat aturan, itu uang kami dan dibuatkan aturan dengan dikelola pemerintah terkait dengan perumahan,'' ungkap Ketua PD FSPPP-SPSI Bengkulu, Septi Periadi, S.STP,.M.AP.
Septi menambahkan, pemberlakuan PP 21 Tahun 2024 tentang penyelenggaraan Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang dipotong sejak usia awal tahun masuk kerja dan sampai usia pensiun untuk mendapatkan rumah tempat tinggal.
Belum lagi sistem hubungan kerja kontrak tentu masih jauh dari harapan.
''Terkait dengan perumahan kan sudah banyak tenaga kerja yang memiliki, terus gimana yang sudah memiliki rumah.
Kemudian pengambilan untuk uang perumahan itu usia 58, jadi gimana kami mau membuat rumah, juga nilai tabungannya kecil dan kalaupun dikumpulkan hingga usia kita 58 angkanya juga tidak mencukupi untuk membangun rumah,'' paparnya.
Lebih jauh ditambahkan Septi, pada intinya seluruh Indonesia untuk tenaga kerja dan pengusaha menolak PP 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan Tapera.