BACA JUGA:Besok Sebagian Kota Bengkulu Mati Lampu, Ini Kata PLN
Ketidaksetaraan ekonomi yang luas juga dapat memicu korupsi.
Ketika kesempatan dan akses terhadap sumber daya terbatas bagi sebagian besar masyarakat, individu yang memiliki kekuasaan atau pengaruh sering kali menggunakan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok mereka.
Krisis moral dan etika di kalangan elit politik dan bisnis jugansering kali mengarah pada penurunan standar integritas.
Ketika nilai-nilai moral terkikis, tindakan korupsi dapat dianggap sebagai "hal yang wajar" atau "bagian dari permainan".
BACA JUGA:7 Cara Efektif Tangkal Ilmu Pelet, Salah satunya Jangan Asal Terima Pemberian Orang Tak Dikenal
Kurangnya kesadaran akan dampak negatif korupsi serta kurangnya pendidikan anti-korupsi di kalangan masyarakat juga mempengaruhi prevalensi korupsi.
Pendidikan yang memperkuat nilai-nilai integritas dan transparansi dapat membantu mengurangi insiden korupsi di masa depan.
Di tingkat yang lebih mendasar, tekanan ekonomi dan sosial sering kali menjadi faktor pendorong individu untuk melakukan korupsi sebagai cara untuk bertahan hidup atau memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dan keluarga mereka.
Dalam konteks kompleks Indonesia, korupsi bukan hanya masalah hukum tetapi juga fenomena sosial dan ekonomi yang kompleks.
BACA JUGA:155 Desa di Bengkulu Utara Bahkan Ajukan Pencairan Dana Desa Tahap II
Mengatasi korupsi memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan perbaikan sistem hukum, penguatan nilai-nilai moral, peningkatan kesadaran masyarakat, serta tindakan tegas terhadap praktik korupsi.
Hanya dengan langkah-langkah ini kita dapat berharap untuk mengurangi dampak negatif korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan transparan.
Untuk di Indonesia sendiri, korupsi dapat dilakukan oleh berbagai pihak dari berbagai latar belakang dan posisi.
Beberapa kelompok atau individu yang sering kali terlibat dalam praktik korupsi meliputi.
1 Pejabat Publik dan Politisi