"Perusahaan perlu membantu pembangunan daerah, lewat CSR.
Selama ini alasannya, karena bukan kantor pusat.
Jadi, kita juga tak bisa berbuat apa-apa," tambah Hairah.
Sebagai gambaran, CSR merupakan model bisnis yang membantu perusahaan menunjukan tanggung jawab sosialnya ke dirinya sendiri, pemangku kepentingan dan masyarakat.
BACA JUGA:Masuk Musim Kemarau, Masyarakat Diminta Tidak Bakar Lahan
Dasar hukum terkait CSR ini sendiri, sudah tertera dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dalam pasal tersebut, dijelaskan CSR merupakan komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas masyarakat dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya.
Lalu, di UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Pada pasal 15 huruf b UU No. 25 tahun 2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan).
BACA JUGA:Pleno DPHP Dilaksanakan 1 Agustus, Target Selesai 11 Agustus
TJSL atau CSR adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Di Pasal 1 angka 4 UU No. 25 tahun 2007, juga telah menjelaskan bahwa yang dimaksud penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal.
Ini juga mencakup penanam modal dari dalam negeri atau asing.
Apabila penanam modal tidak menjalankan TJSL, maka akan dikenai sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, sampai pencabutan kegiatan usaha.
Termasuk di Pasal 40 ayat 5 pada Undang-Undang No.22 tahun 2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.