Dorong Stabilitas Pertumbuhan Ekonomi Perlu Sinergi Kebijakan

Rabu 31 Jul 2024 - 22:44 WIB
Reporter : Sumarlin
Editor : Sumarlin

Febri juga menjelaskan terdapat 20 subsektor ekspansi dengan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non-migas Triwulan I tahun 2024 sebesar 93,6%.

Ekspansi tertinggi dialami oleh industri peralatan listrik, diikuti oleh industri pakaian jadi, dan industri percetakan dan reproduksi media.

Sedangkan subsektor industri yang mengalami kontraksi adalah industri kertas dan barang dari kertas, industri mesin dan perlengkapan YTDL, dan industri tekstil.

Kontraksi IKI pada industri mesin dan perlengkapan YTDL selaras dengan penurunan impor barang modal bulan Juni 2024.

Hal tersebut merupakan kebijakan pengusaha untuk menahan investasinya di tengah ketidakpastian pasar luar negeri dan dalam negeri.

Ia juga menerangkan nilai IKI produk tekstil belum berubah dan justru cenderung turun, sehingga upaya pengamanan barang beredar terkait produk industri tekstil dirasa belum berdampak, juga karena satgas barang impor ilegal baru mulai bekerja pada akhir bulan Juli ini.

Saat ini, masih banyak produk ilegal tekstil impor yang beredar sehingga kebijakan perbaikan sistem, pengendalian impor tekstil, dan pemindahan pelabuhan impor perlu segera dilakukan.

Sebelumnya, Menperin telah menyampaikan usul, yang kemudian disepakati oleh Menteri Perdagangan, terkait pemindahan pelabuhan masuk impor untuk tujuh komoditas yang terkena lartas, yaitu tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan barang tekstil sudah jadi ke beberapa pelabuhan di luar Jawa seperti di pelabuhan Bitung dan Sorong. 

Pemindahan pelabuhan masuk barang impor tersebut terutama diprioritaskan untuk barang jadi pada tujuh komoditas dan bukan barang atau bahan baku dan bahan penolong industri.

Rencana ini akan dibahas di tingkat Rapat Kabinet.

“Perubahan pelabuhan masuk ke kawasan Indonesia Timur juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian pada kawasan tersebut dan peningkatan bisnis logistik dan pelayaran dalam negeri,” papar Jubir Kemenperin.

Sedangkan di industri kertas, kontraksi terjadi karena ada pola seasonal pada industri ini.

Tahun ajaran baru 2024/2025 telah meningkatkan permintaan atas kertas untuk kepentingan pendidikan di tanah air. 

Produksi industri kertas meningkat sebelum bulan Juli dan kemudian mengalami penurunan pada bulan Juli.

Selain itu, kontraksi juga disebabkan oleh adanya penurunan saing industri kertas dalam negeri akibat banyaknya masuk barang impor dari RRT pasca implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). 

Pelemahan nilai tukar rupiah juga berpengaruh terhadap biaya produksi karena kenaikan harga bahan baku dan harga energi.

Kategori :