Beberapa item yang harusnya tidak ada dalam syarat pembebasan lahan tol dimunculkan.
Seperti biaya notaris dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHP) yang harusnya tidak ada menjadi ada.
BACA JUGA:2 Remaja Bobol Rumah Warga Kampung Kelawi Dibekuk Polisi, Sikat Kompor Gas
BACA JUGA:Nenek 77 Tahun Asal Seluma Nekat Akhiri Hidup dengan Minum Racun
Syarat yang seharusnya tidak ada itu kemudian dimasukkan ke dalam syarat ganti rugi lahan dan tanam tumbuh dan setelah uang ganti rugi cair, terdapat kejanggalan karena terjadi kelebihan.
Pada kasus ini Kejati Bengkulu menerapkan metode scientific evidence atau pembuktian ilmiah.
Penerapan metode pembuktian ilmiah dapat menemukan bukti-bukti yang selama ini sulit untuk dibuktikan secara umum yang membutuhkan penjelasan serta metode ilmiah oleh ahli dalam proses pembuktiannya.
Penelitian tersebut menggunakan penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan bersifat perspektif.
“Kita lakukan penyelidikan ilmiah jadi memang banyak item yang harus di cek lagi,” tutup Danang.
Diberitakan sebelumnya, Danang mengungkapkan saat ini mereka masih menunggu hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Bengkulu.
“Saat ini tim Kejati Bengkulu memang belum menetapkan tersangka. Sebab kerugian negara belum selesai dihitung,” ungkap Danang Prasetyo.
Salah satunya dugaan indikasi kasus korupsi pada ganti rugi tanam tumbuh tersebut berada di beberapa titik sepanjang lahan di area pembanguman Tol tahap pertama yaitu Bengkulu - Taba Penanjung.
BACA JUGA:3 Terdakwa Buka-bukaan Aliran Korupsi Dana BOS MAN 2 Kepahiang
BACA JUGA:Tersangka Sodomi Anak Bawah Umur Terancam 15 Tahun Penjara
“Kasus ini fokus pada kasus pembebasan lahan untuk Proyek Tol Bengkulu-Taba Penanjung, dan untuk pendalaman lainya masih kita dalami,” jelas Danang.
Seperti diketahui, berkembangnya proses penyidikan yang dilakukan tim penyidik pidsus Kejati Bengkulu terhadap dugaan korupsi ganti rugi lahan area Tol seksi Ben-Taba 2019-2020 membuat estimasi kerugian keungan negara semakin hari semakin bertambah.