Sedangkan, pihak perusahaan mengklaim bahwa aktivitas mereka sah dan telah mendapatkan izin resmi dari instansi terkait, termasuk ATR/BPN.
“Perusahaan memegang aturan perizinan yang sah, sementara masyarakat memiliki bukti yang menurut mereka valid.
Jika situasi ini terus didiskusikan dalam rapat, tanpa ada kejelasan hukum, tidak akan ada solusi yang bisa dicapai,” ujar Denni.
Menghadapi hal ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu menyarankan agar kedua belah pihak, baik masyarakat maupun perusahaan, menempuh jalur hukum untuk mendapatkan kepastian hukum.
"Yang bisa memutuskan siapa yang benar, apakah masyarakat dengan tuntutannya, atau perusahaan dengan perizinan yang dimiliki, adalah jalur hukum.
Pengadilan yang akan menilai mana yang sah dan mana yang tidak," ungkap Denni.
Sementara itu Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Bengkulu enggan berkomentar dan hanya memberi kode lambaian tangan saat RB ingin mewawancarinya terkait persoalan ini usai usai pengukuhan pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu kemarin.