KORANRB.ID - Sesuai amanah pengaturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada UU 7/2021 tentang HPP, Pemerintah akan memberlakukan tarif PPN sebesar 12% berlaku umum mulai 1 Januari 2025, dengan tetap memperhatikan azas keadilan.
Untuk Barang dan Jasa yang bersifat strategis, Pemerintah akan tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN, antara lain bahan makanan, sektor transportasi, pendidikan/ kesehatan, listrik, air, dan jasa keuangan/asuransi.
Sejalan dengan hal ini, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan, yang diberikan kepada masyarakat sesuai kebutuhan masing-masing kelompok, meliputi rumah tangga miskin, kelas menengah, juga para pelaku usaha, baik UMKM, wirausaha, maupun industri.
Di sektor manufaktur, beberapa insentif disiapkan untuk mendukung para pelaku sektor manufaktur mempertahankan dan meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, serta untuk menjaga daya beli masyarakat. Insentif diberikan baik untuk supply side maupun demand side.
BACA JUGA: Bawaslu Bengkulu Selatan Siap Hadapi Sidang di MK, Ini Perkaranya
BACA JUGA:BI Sediakan 3 Layanan Baru BI-FAST, Salah Satunya Layanan Transfer Secara Kolektif
“Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap sektor manufaktur, termasuk stimulus otomotif yang diketahui sedang mengalami tekanan dari sisi penjualan,” ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 21 Desember 2024.
Insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) dan Pembebasan Bea Masuk untuk otomotif bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kelas menengah, juga untuk mendukung transisi energi hijau dan terus mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.
Insentif yang diberikan meliputi:
1) PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) sebesar:
10% bagi Mobil dan Bus Listrik yang memiliki TKDN paling rendah 40%.
BACA JUGA:Ekspor Produk Halal Indonesia Tembus Rp673,90 Triliun
BACA JUGA:306 Petani Bengkulu Utara Dicoret dari Daftar Penerima Pupuk Subsidi
5% bagi Bus Listrik yang memiliki TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.
Insentif ini dikeluarkan sebagai upaya pengurangan emisi dan importasi bahan bakar fosil, serta mendorong pertumbuhan industri transportasi yang berwawasan lingkungan.