
Aatas adanya teror ini, warga Desa Padang Kuas Kecamatan Sukaraja memang sudah lantang mendesak agar 3 tower yang ada di desa mereka segera dipindahkan.
BACA JUGA:Honda Motour Camp 2025 Sukses Digelar, Perpaduan Touring, Kebersamaan dan Petualangan
BACA JUGA:Punya Fasilitas Lengkap, Waka I DPRD Bengkulu Utara Minta Cetak Atlet Daerah
Adapun rinciannya, yakni ada dua tower di Dusun II dan satu tower di Dusun III yang dekat dengan masjid Al Mujahirin. Diketahui SUTT yang berada di Desa Padang Kuas tersambung dengan PLTU di Teluk Sepang, yang dialirkan menuju gardu induk yang berada di kawasan Air Sebakul Kota Bengkulu.
Menanggapi tuntutan tersebut, Direktur Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan banyaknya teror yang merugikan warga diduga merupakan dampak radiasi medan magnet yang diperkirakan berasal dari SUTT.
Olan menambahkan, bahwa mereka memang telah melakukan pemantauan atas keluhan masyarakat Desa Padang Kuas tersebut. Tercatat ada 165 elektronik rusak, bahkan sudah 4 orang tersengat listrik.
Setelah mencoba didalami, ternyata saat proses masuknya SUTT di Desa Padang Kuas ternyata tidak ada proses sosialisasi disana. Saat ditanyakan warga terkait dampaknya, PT TLB mengaku tidak berbahaya, faktanya saat terjadi petir, barang elektronik menjadi rusak.
Padahal, sebelum didirikan jaringan transmisi SUTT PLTU Teluk Sepang tidak pernah ada peralatan elektronik mereka yang rusak ketika hujan dan petir terjadi.
BACA JUGA:Zakat Fitrah di Kepahiang Ditetapkan Tertinggi Rp44 Ribu, Sudah Bisa Dibayar Sekarang
BACA JUGA:DPRD Bengkulu Utara Dukung Even Besar Skala Daerah untuk Pengembangan UMKM
"Warga mengatakan bahwa barang elektronik banyak rusak sejak dilakukan uji coba SUTT, saat ini setiap ada petir pasti ada barang elektronik rusak, bahkan sarana dan prasarana warga desa turut rusak,"ungkap Olan.
Ditambahkan warga yang tinggal tepat di bawah jaringan transmisi SUTT, Rohma mengaku tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang bahaya adanya SUTT, bahkan saat proses ganti rugi sebelumnya ia sempat bertanya apakah SUTT tersebut aman atau tidak, namun saat itu petugas dari PT TLB menyampaikan bahwa SUTT tidak berbahaya dan aman.
"Saya tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang bahaya SUTT, saat proses ganti rugi dulu hanya disampaikan bahwa SUTT ini aman dan tidak berbahaya, kenyataannya malah sebaliknya,”sampai Rohmi.
Diakuinya bahwa ia sudah sejak tahun 1980 tinggal didaerah tersebut, namun semenjak berdirinya tower SUTT pada tahun 2019, ia mulai merasakan dampak. Mulai dari badan dan kepala terasa sakit, alat elektronik rusak, hingga anggota keluarga yang tersentrum secara tiba tiba, padahal saat itu sedang tidak melakukan aktifitas apapu didalam rumah. "Apalagi kalau ada petir buk, entah bagaimana lagi kami takutnya karena dihantui rasa was was tersambar,"sampai Rohma.
Sementara itu, perwakilan dari PT. TLB, Rian mengatakan bahwa sejauh ini perusahaan telah menjalankan kegiatan sesuai dengan standar operasional dan sudah disetujui oleh pemerintah. Ia juga mengatakan bahwa pengakuan salahsatu warga yang menyebutkan telah mengajukan laporan sejak tahun 2019, hingga saat ini belum diterima oleh PT. TLB.
Bahkan pada saat awal pendirian, perusahaan juga telah melakukan proses ganti rugi kepada sejumlah warga, terutama yang rumahnya berada dibawah kabel jaringan SUTT. "Perusahaan mendirikan ini tentu sudah mengacu pada standar regulasi yang ada, selain itu juga kepada warga setempat juga sudah kita lakukan ganti rugi,"sampai Rian.