PAD berasal dari 4 komponen penerimaan terdiri dari penerimaan pajak daerah sebesar Rp 6.902.000.000. Lalu, retribusi daerah sebesar Rp 727.165.750, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan senilai Rp 3.057.034.929 dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp 24.266.838.755.
Sedangkan belanja daerah tahun anggaran 2024, mencapai Rp 817.377.691.395. Terdiri dari belanja operasional Rp 609.648.843 261, belanja modal senilai Rp 54.309.077.034, belanja tidak terduga sebesar Rp 2.825.894.100 dan belanja transfer sebesar Rp 150.593.877.000.
BACA JUGA:185 Personel Gabungan Disiagakan, Polres Bangun 5 Pos Untuk Nataru
Pihak Ketiga
Lantas, bagaimana nasib waterpark ke depan? Dari perencanaan awal, pembangunan Waterpark membutuhkan anggaran fantastis hingga Rp 70 miliar. Setidaknya, untuk melanjutkan ke tahapan pembangunan Waterpark membutuhan dana setidaknya Rp 50 milliar.
Meski demikian, menurut Kadis Parpora Kabupaten Kepahiang Rudi Andi Sihaloho, ST untuk membuat Watepark setidaknya bisa beroperasi setidaknya membutuhkan dana Rp 1 miliar - Rp 2 miliar. Hitungan tersebut dengan asumsi, pembiayaan pemasagan pipa dari sumber air sempiang yang telah dikalkulasikan mencapai Rp 1 miliaran.
BACA JUGA:185 Personel Gabungan Disiagakan, Polres Bangun 5 Pos Untuk Nataru
Tentunya biaya tambahan, buat pendukung lainnya. "Kita sudah hitung, pemasangan saluran air dingin dari sumber air sempiang jaraknya itu 2 KM," ujar Rudi. Untuk setidaknya mengoperasikan Waterpark menurut Rudi, ada 2 opsi. Yakni, menghidupkan Waterpark dengan wahana air panas dengan biaya Rp 4 miliar.
Atau dengan air dingin, yang setidaknya membutuhkan dana Rp 2 miliar. Opsi lainnya, menyerahkan pengelolaan waterpark kepada pihak ketiga. Mengenai hal ini, pihaknya telah berkoordinasi dengan KPKNL, dengan pembiayaan yang sudah dikeluarkan Pemkab Kepahiang, maka setidaknya potensi PAD yang bisa dihasilkan dari pihak ketiga sebesar Rp 90 juta per tahun.
BACA JUGA:278 Perkara Pidum Ditangani Kejari RL
"Ini jadi salah satu opsi, jika memang ada pihak ketiga yang berminat akan kita pelajari," tambah Rudi. Terkait PAD, tahun ini saja Disparpora dibebankan target PAD Rp 35 juta. "Pengelolaan PAD tak hanya pada bangunan waterpark saja, namun juga seluruh areal lahan di kawasan waterpark," ujar Rudi.
Mengenai nasib Waterpark, tokoh pemuda sekaligus mahasiswa Kabupaten Kepahiang Kurnia Eja Putra turut menyayangkan. Ia melihat mangkraknya Waterpark, lebih disebabkan perencanaan yang tak matang.
BACA JUGA:264 Surat Suara Pilpres Rusak
Malah ia cenderung melihat ada kepentingan lain dari pembangunan Waterpark, ketimbang tujuan awal agar pariwisata Kabupaten Kepahiang berkembang dan dikenal masyarakat luas. "Sudah tahu sulit jika hanya mengandalkan APBD, tapi tetap saja dipaksakan. Ini kan patut dipertanyakan ada apa. Lihat saja sekarang, pembangunan waterpark mangkrak dan terkesan sia-sia," sorot Kurnia.
Ketua Umum HMI Komisariat UMB II juga mengajak semua elemen masyarakat, khususnya aparat penegak hukum ikut mengawasi pembangunan waterpark yang saat ini tak jelas kelanjutannya. "Kami sebagai pemuda, sekaligus masyarakat Kepahiang jelas kecewa. Kepahiang ini kan kalau mau maju, ya salah satunya dari pengembangan sektor wisata. Tapi yang ada, waterpark malah mangkrak," kritik Kurnia. (**)