Pernah Alami Diskriminasi Kuatkan Mental Monica

Minggu 31 Dec 2023 - 00:13 WIB
Reporter : jawapos
Editor : jawapos

JAKARTA, KORANRB.ID - Bermental baja dan selalu optimistis. Karakter itu kuat memancar dari diri Monica Virginia Agustin. Monica –sapaan perempuan 25 tahun tersebut– sejak kecil bercita-cita menjadi model. Saat sesi pemotretan bersama fotografer Jawa Pos., Monica luwes berpose. Dia mudah memahami arahan dan tahu betul pose yang diinginkan.

Saat wawancara pun, tampak betapa semangat Monica amat besar. Awalnya, wawancara dilakukan melalui chat WhatsApp. Namun, Monica berinisiatif untuk bicara secara langsung. ”Tanya aja lewat chat, saya jawab secara lisan,” balas Monica.

Dia menceritakan, dengan berbagai tantangan yang dihadapi, penyandang tuli ini akhirnya berhasil mencapai salah satu impiannya dengan menjadi model Layak Indonesia. Namun, sebelum itu dia merasakan banyak kesulitan dan akses yang terbatasi. Berkali-kali Monica ditolak menjadi model karena tunarungu. Lingkungan tempat kerja sebelumnya juga tidak inklusif. ”Saya rasakan apa itu yang namanya diskriminasi,” katanya.

BACA JUGA:Timezone Targetkan Buka 20 Venue Baru

Yang dibutuhkan Monica adalah penyemangat dan sosok yang mampu melihat potensinya alih-alih berfokus pada kekurangan. Bukankah setiap orang, siapa pun itu, punya kelebihan dan kekurangan?

Sosok itulah yang didapatkan Monica dari founder Layak Indonesia Karina Aprillia. ”Karina yang memberi aku semangat,” ungkapnya.

Monica punya ruang untuk mengembangkan potensinya sebagai model dan mendapatkan dukungan penuh, termasuk pelatihan.

Sebelumnya, Monica pernah bekerja di sebuah salon. Itu level kehidupannya yang paling banyak meneteskan air mata. ”Pernah suatu kali, pengunjung datang pakai masker. Saya tidak bisa membaca gerak bibirnya,” jelasnya.

Lalu, Monica coba meminta bantuan kepada pemilik salon. Tak disangka, bosnya itu tidak mau membantu. ”Belum lagi, teman seprofesi yang ngomongin aku,” ujarnya kesal.

BACA JUGA:Naikkan Level Pekerja, Dorong Ekspor Nonmigas dan Batu Bara

Bahkan, ada yang mengerjai Monica dengan menggunakan bahasa isyarat. Berkali-kali. ”Saya hanya bisa menangis di kamar mandi,” katanya.

Bukannya dukungan yang didapatkan, atasannya justru memintanya keluar dari pekerjaan.

Semua pengalaman buruk itu menempa Monica menjadi lebih kuat. Tak lagi peduli perkataan orang di sekitar. Dia berfokus mengembangkan kemampuan. ”Kita harus tangguh dan terus meningkatkan skill. Begitu pesan saya kepada teman-teman difabel lainnya,” tuturnya. (idr/c14/nor)

 

Kategori :