Meski sebagian besar wilayah Bengkulu adalah kawasan hutan, yakni sekitar 40 persen lebih dari total kawasan Provinsi Bengkulu. Namun, Adi menyoroti tantangan dalam mempertahankan fungsi perlindungan hutan tersebut.
Terutama terkait upaya pengalihan fungsinya untuk perladangan.
"Ini menimbulkan dampak sosial dan ekologi yang signifikan," ujarnya.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi dampak kerusakan hutan yang semakin besar, salah satunya yakni melalui perhutanan sosial.
BACA JUGA:Tingkatkan Pelayanan, RSUD Benteng Usulkan Rehab Gedung
Seperti halnya yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu saat ini. Adi mengatakan, pihaknya melalui KKI Warsi mencoba mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan melalui skema tersebut
"Saat ini kita sudah melakukannya di Desa Air Tenam di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Desa Batu Raja R Kabupaten Bengkulu Utara," jelasnya.
Lebih lanjut, Adi menjelaskan di Desa Air Tenam tersebut, sebagian besarnya termasuk ke dalam kawasan hutan.
Begitu pula di Desa Batu Raja Rejang Kecamatan Hulu Palik, Bengkulu Utara. Inisiatif seperti program Baby Tree dan adopsi hutan menjadi langkah kecil untuk pemulihan hutan, dan pembentukan kembali tutupan hutan yang terdegradasi.
BACA JUGA:Tersangka Pembakar Kantor Desa Muara Danau Berpeluang Bertambah
"Untuk itu, pelu dilakukan pendampingan untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat setempat," ujarnya.
Meski terbilang kecil, langkah-langkah tersebut diharapkan dapat menjadi contoh dan dapat diadopsi di seluruh wilayah Bengkulu.
Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan terhadap kawasan konservasi, dikatakannya harus menjadi agenda bersama.Melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan pemerintah.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Mutasi Lagi, Ini Daftar 9 Pejabat Pemkab Bengkulu Utara Dilantik
"Hanya dengan sinergi ini, Bengkulu dapat memitigasi risiko bencana ekologi dan merestorasi keberlanjutan ekosistemnya," demikian Adi.