Masih kata Hendra, proses sidang kedua perkara Tindak Pidana Korupsi tersebut sudah dilakukan dua kali dalam kurun waktu bulan Januari hingga awal Februari 2024 lalu.
Pada sidang perdana perkara korupsi itu, digelar dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU Kejari Bengkulu Selatan.
Sedangkan sidang kedua dilaksanakan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dalam perkara korupsi tersebut.
"Sekarang kita tinggal menunggu sidang lanjutan yang secepatnya akan segera dilakukan," demikian Hendra.
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkulu Selatan Holman, SE mengatakan, perkara korupsi di Bengkulu Selatan jangan sampai berulang. Apalagi perkara korupsi di tingkat desa.
Selama ini masih banyak perkara korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum, polisi maupun jaksa.
“Ada yang perlu diperbaiki di pemerintahan Bengkulu Selatan. Masih banyak perkara korupsi di desa,” kata Holman.
BACA JUGA:Alasan Kemenag Perpanjang Masa Pelunasan Biaya Haji, Catat Tanggalnya
Lebih lanjut disampaikan Holman, selain kasus Dana Desa, kasus tindak pidana korupsi diduga juga dilakukan oknum guru, yang itu cukup menghebohkan dunia pendidikan Bengkulu Selatan.
Untuk itu Holman kembali berharap agar Dinas Pendidikan Provinsi ataupun Kabupaten Bengkulu Selatan benar-benar mengawasi kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut.
“Intinya jangan sampai kasus atau perkara korupsi di Bengkulu Selatan terulang lagi. Tolong jadi perhatian APH dan masyarakat,” ujar Holman.
Sekadar mengingatkan, dalam perkara korupsi Dana Desa Durian Seginim tahun 2020-2021, terdakwa DS merupakan mantan Bendahara Desa.
DS diseret ke hukum karena merugikan negara lebih Rp200 juta. Dia mengakui uang hasil korupsi digunakan untuk keperluan pribadi.
Sedangkan, dalam perkara korupsi anggaran PIID-PEL tahun 2019, terdakwa SS merupakan ketua kelompok penerima.
BACA JUGA:GAWAT! 30 TPS Blank Spot, 38 Lainnya Lemot, 3 Kecamatan Mana Saja?
SS berstatus sebagai guru ASN pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bertugas di salah satu SMA di Kabupaten Bengkulu Selatan. Dari hasil audit, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp323 juta.