Dalam proses ganti rugi lahan tersebut, diduga ada kelebihan bayar.
BACA JUGA:Dua Terdakwa Perkara Korupsi Pengadaan Jas PMD Kaur Belum Didakwa, Ini Penyebabnya
BACA JUGA:Menanti Hasil Penghitungan KN, Tsk Dugaan Korupsi Proyek Jembatan Air Taba Terunjam Menyusul
Kelebihan bayar ini terjadi akibat adanya komponen yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen pembebasan lahan, dalam prosesnya ternyata ada termuat komponen seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) dan biaya notaris.
Sehingga dana pemerintah dengan nilai pembebasan lahan mencapai Rp 189 miliar, yang seharusnya tidak mencairkan beberapa komponen itu ternyata bisa di cairkan.
Untuk memastikan dugaan kelebihan bayar ini, penyidik memeriksa saksi-saksi terutama pemilik lahan yang mendapatkan ganti rugi lahan tersebut.
Selain itu, dalam penydikan juga menggunakan bukti ilmiah atau Scientific Evidence (SE). Metode SE memang kerap digunakan dalam pengungkapan seperti kebakaran hutan yang berskala nasional.
Dalam hal ini, penyidik memadukan teknologi tersebut untuk mengungkap jumlah pohon di area lahan tol sebelum ditebangi.
Pasalnya, tim penyidik perlu betul-betul cermat dalam penyidikan kasus ini, lantaran hasil temuan ahli dari IPB yang didatangkan masih perlu didiskusikan oleh penyidik untuk menuntaskan nilai kerugian keuangan negara nantinya.
Progres penyidikan dengan menggunakan bukti ilmiah atau Scientific Evidence (SE), perkembangan terbaru yakni terkuak jenis pohon-pohon yang telah diganti rugi di area lahan tol tersebut.
Dari hasil pendalaman penyidik, mengerucut kepada enam desa yang ada di Bengkulu Tengah, dan satu kelurahan di Kota Bengkulu, bukti ilmiah bisa menguak ratusan bahkan ribuan pohon di lahan Tol tersebut.
Lokasi yang menjadi fokus ganti rugi ini dimulai dari pintu masuk tol hingga pintu keluar.
Sekedar mengulas kembali, mens rea dalam kasus ini sudah didapatkan penyidik dengan unsur pidana dugaan adanya kelebihan bayar (Mark up)
Dengan bermodus penambahanan biaya pada komponen Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) dan Biaya Notaris.
Yang diestimasikan penyidik terakhir mencapai Rp 18 miliar. Namun, hasil tersebut, tetap akan dilakukan perhitungan oleh BPKP.
Hasil pembuktian ilmiah penyidik, memanggil penerima ganti rugi. Penerima ganti rugi pohon bervariasi, ratusan bahkan ribuan pohon per orang. Status kasus ini naik ke penyidikan pada 21 Juli 2022.