KORANRB.ID – Industri kelapa sawit Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan pada 2024.
Dari sisi sentimen global, ketidakpastian ekonomi masih membayangi, khususnya dari negara maju.
Dari dalam negeri, regulasi yang tumpang tindih perlu segera diselesaikan.
Hasil riset Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan, perekonomian Amerika Serikat (AS) masih berkutat dengan inflasi di atas target.
BACA JUGA:Berkendara Aman dan Nyaman Menggunakan Sepeda Motor Matic, Ini Tipsnya
BACA JUGA:Secret Zoo by Dino Island Wahana Edukasi Hadir di Bengkulu
Tiongkok sebagai salah satu konsumen terbesar kedua CPO juga masih bergulat dengan pelemahan ekonomi.
Begitu pula Eropa dengan defisit fiskal yang meningkat. Ditambah, eskalasi geopolitik global kian memanas.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono menilai, konsumsi dalam negeri diperkirakan terus mengalami kenaikan.
Terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia, dan kebutuhan energi (biodiesel) dengan implementasi biodiesel (B35) secara setahun penuh (fully implemented).
BACA JUGA:BPOM Bengkulu dan Disperindagkop UKM Mukomuko Awasi Jajanan Takjil
BACA JUGA:Bank Bengkulu Siapkan Dana Rp 900 Juta, Layani Penukaran Uang Baru
”Namun, proyeksi harga minyak nabati dunia, termasuk minyak kelapa sawit, tidak banyak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan 2023,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 22 Maret 2024.
Eddy mengeluhkan kebijakan pemerintah yang tumpang tindih.
Misalnya, fasilitasi kebijakan pembangunan kebun masyarakat sekitar 20 persen dari luas kebun yang diusahakan.