Kadang-kadang mereka bisa bersekutu, tetapi di lain waktu, harimau dapat menjadi sumber bencana.
Bahkan gangguan kecil antara keduanya bisa dengan mudah mengganggu keseimbangan harmoni yang telah terjalin.
"Dalam hal ini, 'tentrem' atau ketenangan hati kemudian terganggu, dan alam semesta keluar dari keteraturannya," tulis Wessing dalam artikel berjudul "A Tiger in The Heart: The Javanese Rampok Macan", yang diterbitkan dalam sebuah jurnal di Belanda pada tahun 1992.
Tradisi Rampongan Macan
Tradisi rampogan macan, awalnya merupakan pertarungan antara harimau dengan manusia di Jawa, menjadi simbol dari upaya untuk mengembalikan keteraturan yang terganggu.
Penting untuk dicatat bahwa makna dari tradisi rampogan sendiri mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.
Meskipun awalnya merupakan sebuah upacara yang memiliki nilai sakral, namun kemudian berubah menjadi hiburan semata.
Meski awalnya muncul sebagai simbol keteraturan dan tata tertib, tetapi sayangnya, seiring berjalannya waktu, makna dan tujuan dari tradisi ini berubah.
Rampogan Macan berakhir sebagai sebuah pertunjukan yang menyedihkan, di mana harimau Jawa, bersama dengan macan tutul dan macan kumbang, dijadikan hiburan semata.
BACA JUGA:Mengaum dan Mangsa Dua Kambing, Warga Diteror Harimau Sumatera
Rampogan Macan terdiri dari dua babak yang berbeda.
Babak pertama melibatkan pertarungan antara harimau Jawa, kerbau, dan banteng. Babak kedua, di sisi lain, merupakan pertarungan antara harimau dan ribuan manusia bersenjatakan tombak.
Babak pertama dimulai dengan persiapan arena pertarungan.
Sebuah kerangkeng besar berbentuk lingkaran didirikan dengan tinggi sekitar 5 meter dan diameter 3 hingga 5 meter.
Di dalamnya, sebuah kerbau yang sudah dihias ditempatkan, sedangkan harimau Jawa ditempatkan di kandang yang lebih kecil di sekitarnya.