Pencetus Bahasa Persatuan jadi Pahlawan Nasional
TABUR: Presiden RI Joko Widodo melakukan tabur bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata.--istimewa
JAKARTA, KORANRB.ID – Amie Primarni mengenang sang ayah, Mohammad Tabrani, sebagai sosok yang tidak haus pengakuan atau penghargaan. Meski menjadi pencetus bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, Tabrani memilih menjauh dari sorotan begitu Indonesia merdeka.
”Makanya, tidak mudah kalau cari cerita tentang Bapak,” ungkap Amie, anak kelima tokoh asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur, tersebut.
Namun, kontribusi besar Tabrani yang dikenal sebagai jurnalis dan politikus kepada Indonesia tetap tercatat. Karena itulah, bersama lima tokoh lainnya, alumnus Universitas Koln tersebut kemarin dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Presiden Joko Widodo memimpin seremoni penganugerahan tersebut di Istana Negara, Jakarta, kemarin (10/11), bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/TH 2023 tanggal 6 November 2023, keenam tokoh yang diberi gelar pahlawan nasional adalah Tabrani (Jawa Timur), Ratu Kalinyamat (Jawa Tengah), Ida Dewa Agung Jambe (Bali), Bataha Santiago (Sulawesi Utara), Abdul Chalim (Jawa Barat), dan Ahmad Hanafiah (Lampung). Acara penganugerahan itu dihadiri para ahli waris yang sekaligus mewakili para tokoh untuk menerima gelar dan penghargaan.
Mewakili keluarga, Amie yang hadir di Istana Negara merasa bungah atas penganugerahan yang diterima sang ayah yang meninggal pada 12 Januari 1984. ”Mudah-mudahan apa yang sudah Bapak buat itu bisa bermanfaat buat banyak orang,” tuturnya.
Sejarawan Anhar Gonggong membeberkan, enam pahlawan tersebut punya jasa spesifik masing-masing karena situasi yang mereka hadapi. ”Jadi, misalnya Santiago berhadapan dengan zaman Belanda ketika itu. Tapi, kalau Haji Chalim, kondisinya pejuang agama. Tabrani itu pencetus Kongres Pemuda I dan mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,” jelasnya.
BACA JUGA:Kasus Asrama Haji P21, Lanjut ke Persidangan
Pemberian gelar ini, menurut dia, merupakan usul dari daerah, lalu ke Kementerian Sosial. Setelah itu, usul baru diajukan kepada presiden. ”Prosesnya panjang. Bisa diteliti sampai empat tahun,” ungkapnya.
Amie mengakui, sang ayah memang sosok visioner. Saat berusia 32 tahun, Tabrani sudah mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Alasannya adalah harus ada bahasa sendiri, tidak memakai bahasa Belanda atau bahasa Melayu.
”Ketika di Belanda mendengar pembicaraan kalau mau keren harus pakai bahasa Belanda. Kalau tidak pakai bahasa Belanda, berarti kita orang kedua, inlander. Bapak tidak mau, harus jadi orang nomor satu di negara sendiri dan mengusulkan bahasa Indonesia,” bebernya.
Usul Tabrani pada Kongres Pemuda I untuk menggunakan bahasa Indonesia diterima pada Kongres Pemuda II pada 1928. Pria kelahiran Pamekasan, 10 Oktober 1904, tersebut dulunya pernah memimpin media Reveu Politik, Sekolah Kita, dan Harian Pemandangan.
BACA JUGA:Hari Pahlawan 2023, Jaga Kesatuan