Dorong Stabilitas Pertumbuhan Ekonomi Perlu Sinergi Kebijakan
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif.-foto: biro humas kemenperin/koranrb.id-
Produksi industri kertas meningkat sebelum bulan Juli dan kemudian mengalami penurunan pada bulan Juli.
Selain itu, kontraksi juga disebabkan oleh adanya penurunan saing industri kertas dalam negeri akibat banyaknya masuk barang impor dari RRT pasca implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Pelemahan nilai tukar rupiah juga berpengaruh terhadap biaya produksi karena kenaikan harga bahan baku dan harga energi.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mempersyaratkan TKDN dan SVLK juga belum diterapkan, sehingga menambah tekanan pada industri ini pada bulan Juli 2024.
Survei IKI mencatat bahwa optimisme pelaku usaha 6 (enam) bulan ke depan mengalami perubahan arah pada bulan ini, dari 73,5% di Juni 2024 menurun menjadi 71,9%.
Selanjutnya, perubahan arah juga terjadi pada pesimisme pelaku usaha 6 (enam) bulan ke depan yang meningkat dari 5,5% menjadi 6,0%.
Subsektor dengan pesimisme tinggi dan meningkat secara berurutan adalah industri tekstil, industri alat angkutan lainnya, industri mesin dan perlengkapan YTDL, dan industri barang galian bukan logam.
Sedangkan industri kayu, barang kayu dan gabus pesimismenya masih tinggi tapi menurun. Kondisi ini menjadi warning dan perlu diwaspadai untuk kondisi sektor industri ke depan.
Febri menambahkan, Kemenperin fokus pada beberapa kebijakan yang dapat meningkatkan optimisme pelaku usaha.
Pertama, untuk industri alat angkutan lainnya serta industri mesin dan perlengkapan YTDL, perlu kebijakan untuk memperkuat nilai tukar Rupiah dan meningkatkan konsumsi maupun investasi. Lebih lanjut, kelompok industri mesin dan perlengkapan YTDL sangat tergantung pada ekspansi industri penggunanya dan pengadaan barang dan jasa pemerintah, sehingga kebijakan relaksasi TKDN akan berdampak pada subsektor ini.
Selanjutnya, untuk industri tekstil, diperlukan kebijakan pengendalian impor barang hilir.(rls)