8 Logika Dungu yang Sering Kita Temui Sehari-hari
PIKIRAN: Logika adalah alat yang digunakan manusia untuk berpikir secara sistematis.-foto: pixabay/koranrb.id-
5. False Dichotomy (Dikotomi Palsu)
Dikotomi palsu adalah ketika seseorang mempresentasikan dua pilihan seolah-olah hanya ada dua alternatif, padahal kenyataannya ada lebih banyak opsi yang tersedia.
Misalnya, dalam perdebatan politik, seseorang mungkin berkata, "Kita hanya bisa memilih antara kebebasan penuh tanpa aturan, atau kita harus hidup di bawah pemerintahan otoriter yang ketat." Padahal, kenyataannya, ada berbagai pilihan di antara kedua ekstrem tersebut.
Logika ini sering digunakan untuk memaksa orang agar mengambil sikap tertentu dengan mengecualikan pilihan lain yang lebih moderat atau lebih masuk akal.
BACA JUGA: Hingga September, Dukcapil Kota Bengkulu Terbitkan 11.188 Akta Kelahiran
BACA JUGA:Beredar Postingan Penipuan Mengatasnamakan Bank Bengkulu, Masyarakat Harus Waspada!
6. Circular Reasoning (Penalaran Berputar)
Penalaran berputar terjadi ketika argumen seseorang hanya mengulangi premis awalnya dalam berbagai bentuk tanpa memberikan bukti baru.
Contohnya, "Mengapa kamu percaya pada kitab suci? Karena kitab suci berkata bahwa itu adalah kebenaran." Ini adalah contoh dari penalaran berputar, di mana kesimpulan digunakan untuk membuktikan premis tanpa adanya bukti independen.
Logika seperti ini sering kita temui dalam konteks agama, ideologi politik, atau keyakinan pribadi yang kuat. Namun, karena tidak ada bukti eksternal yang mendukung klaim tersebut, argumen ini tidak benar-benar menghasilkan pengetahuan baru.
7. Slippery Slope (Lereng Licin)
Logika lereng licin mengasumsikan bahwa suatu tindakan kecil akan dengan cepat menyebabkan serangkaian peristiwa negatif yang semakin besar, tanpa bukti yang jelas bahwa hal itu akan terjadi.
Misalnya, seseorang mungkin berpendapat, "Jika kita membiarkan anak-anak bermain video game kekerasan, mereka semua akan tumbuh menjadi kriminal."
Meskipun ada kekhawatiran yang sah tentang dampak konten kekerasan pada perkembangan anak, mengasumsikan bahwa satu peristiwa akan dengan cepat mengarah pada yang lain tanpa ada bukti yang jelas adalah bentuk logika dungu yang sering kali berlebihan.
8. Anecdotal Evidence (Bukti Anedotal)