Puskaki Bengkulu Desak KPU Rejang Lebong Evaluasi Sosialisasi Pilkada 2024
PLENO: Suasana pleno hasil penghitungan hasil pemungutan suara Pilkada 2024 di tingkat kecamatan beberapa waktu lalu. --Ari Saputra Wijaya
“Transparansi tidak hanya penting untuk membangun kepercayaan publik, tetapi juga menjadi langkah preventif untuk mencegah potensi penyalahgunaan anggaran. Jika KPU bersikap terbuka, maka segala kritik dan kecurigaan dapat diminimalisasi,” tegas Melyansori.
Diketahui sebelumnya, Pilkada 2024 di Kabupaten Rejang Lebong menunjukkan angka partisipasi pemilih yang sedikit menurun jika dibandingkan dengan Pilkada 2020. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rejang Lebong, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 tercatat sebesar 77 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mencapai 193.462 jiwa. Sementara itu, pada Pilkada 2024, partisipasi pemilih hanya mencapai 74 persen dari jumlah DPT sebanyak 208.094 jiwa.
Meski demikian, penurunan partisipasi pemilih ini tidak terlepas dari sejumlah faktor yang memengaruhi proses demokrasi di daerah ini. Komisioner KPU Rejang Lebong, Buyono, S.Pd.I menyebutkan bahwa beberapa faktor, baik dari sisi teknis maupun sosial, turut berperan dalam hasil Pilkada kali ini.
BACA JUGA:Ramai-ramai Terseret Temuan BPK, Kejari Naikan Status Penyidikan Dugaan Korupsi Setwan Kepahiang
BACA JUGA:Pleno Provinsi Rampung, Penetapan Bupati Kaur Terpilih Tunggu Surat KPU RI
Salah satu faktor utama yang dianggap memengaruhi menurunnya partisipasi pemilih adalah waktu tahapan Pilkada yang lebih pendek dibandingkan Pilkada 2020. Pilkada 2024 memiliki durasi tahapan yang hanya berlangsung selama 8 bulan, jauh lebih singkat dibandingkan dengan Pilkada 2020 yang tahapan kampanyenya dilakukan lebih panjang.
“Waktu yang terbatas ini mengurangi peluang masyarakat untuk menerima informasi secara maksimal mengenai kandidat yang bersaing,” ungkap Buyono.
Selain itu, waktu persiapan yang terbatas membuat kampanye dan sosialisasi oleh pasangan calon (Paslon) menjadi kurang intens. Berbagai kegiatan yang biasanya dilakukan untuk menarik perhatian pemilih, seperti pertemuan tatap muka, debat kandidat, hingga kegiatan sosial, terbatas karena kendala waktu dan sumber daya yang terbatas.
“Sehingga, banyak masyarakat yang mungkin belum sepenuhnya mengetahui visi dan misi Paslon yang ada,” ujarnya.
Faktor lain yang memengaruhi penurunan partisipasi adalah jarak waktu antara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan Pilkada yang terbilang cukup dekat. Pilkada 2024 digelar hanya beberapa bulan setelah Pemilu legislatif dan presiden, yang mengakibatkan sebagian pemilih merasa kelelahan dengan banyaknya proses pemilu yang harus diikuti.
“Hal ini berdampak pada turunnya tingkat partisipasi, terutama bagi masyarakat yang merasa sudah cukup dengan pengalaman memilih pada Pemilu sebelumnya,” tambah Buyono.
BACA JUGA:Maksimalkan Penangan Stunting, 32 Paket BKB Kit Tiba di Kabupaten Kaur
BACA JUGA:12 Desember Tes SKB CPNS Kaur Dimulai, Ini Pembagian Wilayahnya
Bagi sebagian pemilih, sambung Buyono, kesibukan mereka dalam menyaring pilihan pada Pemilu 2024 memengaruhi kesiapan mereka untuk kembali memilih dalam Pilkada 2024.
Masyarakat yang merasa "sudah puas" dengan Pemilu sebelumnya cenderung lebih malas untuk kembali mendatangi TPS guna memilih kepala daerah, apalagi jika mereka merasa pilihan mereka tidak begitu penting bagi kehidupan sehari-hari.