Krisis Pendangkalan Alur Pelabuhan Pulau Baai, Perekonomian Bengkulu Terancam
TINJAU: Plt Gubernur Rosjonsyah bersama sejumlah pihak terkait, termasuk General Manager Regional II PT Pelindo, Kapolda Bengkulu, Danlanal Bengkulu dan perwakilan instansi lainnya meninjau kondisi kolam dan alur pelabuhan untuk melihat situasi terkini. f--
KORANRB.ID - Pelabuhan Pulau Baai, yang merupakan jalur utama distribusi dan ekspor di Provinsi Bengkulu, tengah menghadapi krisis pendangkalan yang semakin parah sejak 2018.
Dampaknya sangat serius, mengganggu distribusi kebutuhan pokok seperti bahan bakar minyak dan beras, hingga menyebabkan penurunan tajam kapasitas ekspor.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, bersama sejumlah pihak terkait, termasuk General Manager Regional II PT Pelindo, Kapolda Bengkulu, Danlanal Bengkulu dan perwakilan instansi lainnya mengadakan rapat koordinasi di kantor PT Pelindo Regional II.
Usai rapat, Plt Gubernur Rosjonsyah langsung meninjau kondisi kolam dan alur pelabuhan untuk melihat situasi terkini.
BACA JUGA:Pemerintah Siapkan Rp20 Triliun untuk Kredit Investasi Padat Karya
BACA JUGA:Angka Perceraian PNS Mukomuko Meningkat, Ada 10 Kasus 2024
"Alur pelabuhan yang sebelumnya memiliki kedalaman 7–11,5 meter, kini hanya tersisa 1,5 meter. Bahkan sebagian kolam breakwater sudah berubah menjadi daratan pasir," ungkap Rosjonsyah.
Ia menegaskan bahwa kondisi ini telah menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian Bengkulu, yang diperkirakan mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.
"Saya minta seluruh instansi terkait segera mencari solusi terbaik agar masalah ini tidak terus berulang setiap tahun," tegasnya.
BACA JUGA:Tumbuh 356,16 Persen, Transaksi Aset Kripto Capai Rp 556,53 Triliun
BACA JUGA:Barbecue Night di Hotel Santika Bengkulu, Saatnya Rayakan Tahun Baru dengan Cita Rasa Luar Biasa
General Manager PT Pelindo Regional II, S. Joko, mengungkapkan bahwa sedimentasi tinggi yang disebabkan oleh cuaca buruk menjadi penyebab utama pendangkalan.
Akibatnya, kapal-kapal besar sulit masuk dan keluar pelabuhan. Hal ini menurunkan kapasitas angkut barang, menghambat ekspor, serta menyebabkan keterlambatan pengiriman barang.
Ekspor batu bara yang sebelumnya mencapai 10 juta ton per tahun kini hanya mampu mengirimkan 3 juta ton.