Harga Komoditas Melandai, Ekonomi Tumbuh 4,9 Persen

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen--

KORANRB.ID – Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menurun pada 2024–2026. Hal itu tertuang dalam laporan Indonesia Economic Prospects Report yang dirilis Bank Dunia, Rabu (13/12).

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen menuturkan, proyeksi itu didasarkan pada harga komoditas melandai. 

’’Pertumbuhan PDB diperkirakan akan sedikit menurun ke rata-rata 4,9 persen pada tahun 2024–2026, dari 5 persen pada tahun ini. Hal itu disebabkan mulai melemahnya lonjakan harga komoditas,’’ jelas Satu di Jakarta, Rabu (13/12).

BACA JUGA:Cicilan Pelunasan Biaya Haji Resmi Dibuka untuk CJH Pemberangkatan 2024

Dia menambahkan, tren inflasi mengalami penurunan dan nilai mata uang stabil. ’’Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada 2024,’’ ujarnya.

Selain itu, investasi bisnis maupun belanja publik juga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari reformasi dan proyek-proyek baru pemerintah.

Bank Dunia memperkirakan inflasi akan turun menjadi 3,2 persen pada 2024. Angka tersebut masih berada dalam rentang target yang ditetapkan Bank Indonesia.

’’Menurunnya inflasi mencerminkan melemahnya harga komoditas serta tingkat pertumbuhan permintaan domestik yang kembali ke tingkat normal setelah pemulihan pascapandemi. Pada saat yang sama, terdapat tekanan kenaikan pada harga pangan akibat dampak pola cuaca El-Nino, yang bisa mengganggu produksi pangan di beberapa tempat,’’ jelas dia.

BACA JUGA:Akhir Tahun Covid-19 Kembali Melonjak, Gubernur Imbau Lengkapi Vaksinasi dan Pakai Masker

Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab menambahkan, transisi Indonesia menuju perekonomian rendah karbon dan berketahanan iklim sebenarnya bisa membawa pada fase baru pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

’’Kebijakan fiskal dapat membantu meningkatkan pendapatan dan mendisinsentifkan penggunaan bahan bakar fosil. Instrumen fiskal seperti obligasi hijau dapat memobilisasi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Reformasi kebijakan perdagangan mempermudah impor produk yang diperlukan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,’’ paparnya.

Selain itu, Indonesia bisa mempercepat transisi hijau dengan mengembangkan rencana untuk menyelesaikan reformasi subsidi bahan bakar dan memperluas penetapan harga karbon.(dee/c6/dio)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan