Pelaku Industri Masih Optimis di Tengah Kontraksi Ekonomi

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief.-foto: kemenperin.go.id/koranrb.id-
KORANRB.ID - Para pelaku industri dalam negeri masih melaporkan tingkat optimisme yang cukup tinggi terhadap kondisi iklim usaha di Indonesia, meskipun di tengah dampak kontraksi perekonomian nasional.
Meski demikian, aktivitas manufaktur ini diyakini akan semakin bergeliat apabila ada kebijakan pro-industri untuk perlindungan industri dalam negeri, apalagi peluang permintaan pasar domestik yang begitu besar. Tekanan persepsi akibat dinamika perang tarif juga sudah mulai dirasakan oleh beberapa industri dalam negeri terutama yang berorientasi ekspor pada negara-negara yang sedang perang dagang.
Optimisme pelaku industri Indonesia tersebut tercemin dari laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Maret 2025 yang masih berada di level ekspansi, dengan berada di angka 52,98. Tetapi capaian ini mengalami perlambatan 0,17 poin dibandingkan Februari 2025 atau melambat 0,07 poin dibandingkan dengan Maret tahun lalu.
“Perlambatan IKI pada Maret ini salah satunya karena adanya libur Lebaran, yang biasanya produksi ikut mengalami penurunan. Perusahaan meningkatkan produksinya dua atau tiga bulan sebelum Ramadan dan Lebaran untuk dapat memenuhi peningkatan permintaan bulan Ramadan hingga Lebaran. Kami juga mendapatkan laporan penurunan penjualan produk makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil (TPT) beberapa hari menjelang Lebaran dan liburan setelah Lebaran,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief pada rilis IKI Maret 2025 di Jakarta, Rabu, 26 Maret 2025 dilansir dari laman kemenperin.go.id.
Adapun ekspansi IKI bulan Maret ini ditopang oleh geliat dari 21 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non-migas pada triwulan IV tahun 2024 sebesar 96,5 persen. Jadi, dari 23 subsektor industri pengolahan yang dianalisis, terdapat dua subsektor yang mengalami kontraksi.
BACA JUGA:Manajemen Bencoolen Mall Bagikan 150 Paket Sembako Untuk Warga, Salah Satu Program CSR
BACA JUGA:Astra Motor Sosialisasi ke SMKN 1 Kota Bengkulu, Pelopor Keselamatan Dalam Berkendara
“Untuk dua subsektor dengan nilai IKI tertinggi (ekspansi) adalah industri pencetakan dan reproduksi media rekaman (KBLI 18) serta industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (KBLI 21). Sedangkan dua subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri furnitur (KBLI 31) serta industri karet, barang dari karet dan plastik (KBLI 22),” paparnya.
Febri menjelaskan, IKI bulan Maret juga dipengaruhi oleh ekspansinya seluruh variabel pembentuk IKI yaitu pesanan baru, produksi dan persediaan.
“Variabel pesanan baru tetap ekspansi meskipun mengalami perlambatan sebesar 0,88 poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 53,69,” urainya.
Di sisi lain, variabel produksi mengalami peningkatan ekspansi sebesar 0,66 poin dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 51,21. Demikian juga dengan persediaan yang tetap ekspansi dengan peningkatan sebesar 0,34 poin dibanding bulan lalu menjadi 53,86.
Penurunan demand luar negeri akibat kondisi ketidakpastian global yang semakin sulit diduga ikut menyebabkan perlambatan IKI pesanan baru khususnya pesanan luar negeri. Meskipun demikian, peningkatan level ekspansi produksi dan persediaan menunjukkan geliat ekonomi penyerapan produk industri manufaktur di dalam negeri yang cukup tinggi di bulan Maret 2025.
“Momentum bulan Ramadan dan persiapan Hari Raya merupakan salah satu pemicu peningkatan kinerja industri manufaktur karena meningkatkan mampu demand domestik produk manufaktur. Namun daya angkatnya berkurang karena tekanan banjir produk impor murah.,” jelas Febri.
Ia juga menegaskan, terdapat empat alasan pentingnya pasar domestik bagi kinerja industri manufaktur, yaitu Pertama adalah sebagian besar 80 persen produk manufaktur dijual di pasar domestik, dan sisanya 20 persen ekspor. Di pasar domestik produk manufaktur dibeli oleh pemerintah, swasta dan rumah tangga.