Baca Koran Harian Rakyat Bengkulu - Pilihan Utama

Jejak Masalah PT DDP Mukomuko: Dugaan Pencemaran Lingkungan, Konflik Lahan, dan Garap Hutan

Dugaan pelanggaran PT DDP--firmansyah/rb

KORANRB.ID – Sorotan publik terhadap aktivitas perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama (DDP) di Kabupaten Mukomuko semakin tajam.

Perusahaan ini bukan hanya terseret dugaan keterlanjuran pengelolaan lahan dalam kawasan hutan, tetapi juga dituding mencemari Sungai Pisang di Kecamatan Ipuh serta terlibat konflik panjang dengan petani lokal terkait lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Bina Sejahtera (BBS) yang tak kunjung tuntas.

Terkait hal tersebut Koordinator Jejak Hijau Indonesia Bengkulu, Jamal, mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk turun tangan dan membuka penyelidikan mendalam atas praktik yang dinilai melanggar aturan.

Menurut Jamal, Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) Nomor 6 Tahun 2023, khususnya Pasal 110a dan 110b, memang memberi ruang bagi perkebunan sawit yang terlanjur berdiri di kawasan hutan. Namun, ruang tersebut hanya berlaku jika perusahaan memenuhi kewajiban administrasi di bidang kehutanan. Jika tidak, sanksi tegas menanti, mulai dari denda hingga pencabutan izin usaha.

BACA JUGA:Musorprov KONI Bengkulu Resmi Ditunda, Tunggu Persetujuan KONI Pusat

BACA JUGA:Wastra Bengkulu Tampil di Fashion Nation Jakarta, BI Dorong UMKM Naik Kelas

“Pemerintah sebenarnya sudah harus bersikap tegas setelah berlakunya UUCK. Jika perusahaan tidak menyelesaikan izin usahanya dalam waktu tiga tahun, maka izin usaha bisa dicabut dan dikenai denda. Nah, dalam kasus PT DDP ini kami tidak melihat itu berjalan. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan ada bentuk pembiaran oleh instansi terkait,” tegas Jamal.

Selain persoalan lahan, PT DDP juga di duga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Ketua Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Mukomuko Salman Alfarisi mengingatkan, Pasal 60 UUPPLH secara tegas melarang setiap orang melakukan dumping limbah atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Sedangkan Pasal 104 mengatur sanksi pidana hingga tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp30 miliar bagi pelanggar.

“Kalau dalam pengawasan terbukti melanggar, Pasal 76 UUPPLH juga jelas mengatur sanksi administratif yang bisa dijatuhkan, mulai dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, hingga pencabutan izin lingkungan,” tegas Ketua LIRA.

Salman juga menilai dugaan pencemaran Sungai Pisang oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT DDP di Ipuh harus segera direspons serius oleh pemerintah daerah maupun provinsi. Menurutnya, Pemkab Mukomuko bersama instansi terkait sudah sewajarnya melakukan evaluasi dan audit lingkungan, bahkan tidak menutup kemungkinan mencabut izin operasional perusahaan apabila terbukti melakukan pelanggaran.

BACA JUGA:Plt Kepsek SMA Negeri 5 Bengkulu Fokus Pulihkan Kepercayaan Pasca Polemik SPMB

BACA JUGA:Dispangtan Kota Bengkulu Sidak Rumah Potong Hewan, Soroti Kebersihan dan Kualitas Daging

“Kami rasa ini jelas, ada kejanggalan dalam perizinan yang dimiliki perusahaan berkaitan dengan lingkungan. Maka dari itu, sudah wajar jika masyarakat mendesak agar Pemkab dan provinsi segera mengevaluasi, melakukan audit lingkungan, bahkan pencabutan izin terhadap aktivitas PT DDP. Selain itu, pihak APH juga diminta untuk segera menindaklanjuti dugaan kejahatan lingkungan yang terjadi,” ujarnya.

Masalah lain yang tak kalah pelik datang dari konflik lahan eks HGU PT Bumi Bina Sejahtera (BBS) yang kini dimanfaatkan PT DDP. Baihaki, pendamping kelompok Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (P3BS) Kecamatan Malin Deman, menuturkan bahwa aksi terbaru manajemen PT DDP Air Rami Estate (ARE) Regional I semakin memperkeruh keadaan. Pembuatan bondri atau parit gajah di lahan eks PT BBS menutup akses jalan utama masyarakat menuju kebun. Akibatnya, puluhan kepala keluarga kehilangan akses terhadap sumber nafkah utama mereka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan