Terima Uang Serangan Fajar Pemilu 2024, Apakah Halal? Ini Hukumnya Dalam Islam

SERANGAN FAJAR: Amplop serangan fajar ditengarai masih banyak dijumpai saat Pemilu 2024. Dalam islam, hukumnya juga sudah tegas. (FOTO: tangkapan layar)--

"Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288).   

Artinya pula, suap merupakan memberi sesuatu agar seseorang memutuskan sesuatu dengan tidak adil.

BACA JUGA:Pelunasan Bipih Diperpanjang Hingga 23 Februari, 26 CJH Bengkulu Belum Lakukan Pelunasan

Sementara serangan fajar bisa dianggap suap karena bertujuan agar rakyat tidak memilih pemimpin dengan obyektif.

Praktik Serangan fajar dijalankan, dengan tujuan agar masyarakat memilih pemimpin berdasarkan apa yang sudah diberikan. 

Padahal dalam Islam telah jelas dijabarkan, memilih pemimpin mengacu pada integritas dan kompetensinya.

Dalam konteks ini, penting agar memahami jika suap atau risywah memiliki dampak yang merugikan dalam masyarakat. Dengan serangan fajar pula, bisa menyebabkan rusak proses demokrasi. 

BACA JUGA:Gubernur Nyoblos di TPS 1 Lingkar Barat, Ini Pesan untuk Warga Bengkulu

Dengan praktik serangan fajar pula, hanya akan menghasilkan pemimpin yang kurang bermoral dan tidak kompeten.

Sedangkan dalam Islam jelas disebutkan, memilih pemimpin sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya.  ​​​

​​​Lebih lanjut, Taqiyuddin As-Subki dalam Fatawas Subki menerangkan serangan fajar dan politik uang hukumnya adalah haram.

Alasannya, lantaran praktik tersebut termasuk dalam kategori suap. Yakni, pemberian sesuatu kepada seseorang dengan tujuan agar orang tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

BACA JUGA:Bupati, Sekda hingga Pihak BKD Beri Keterangan Perkara Korupsi BTT Seluma, Ini Kesaksiannya

"Suap yang di maksud di sini adalah sesuatu yang di berikan untuk menolak hak atau untuk mendapatkan sesuatu yang batil. Jika suap diberikan untuk mendapatkan putusan hukum yang benar, maka haram bagi yang menerimanya. Sedangan untuk si pemberi suap, kalau yang bersangkutan tidak bisa mendapatkan haknya kecuali dengan suap, maka hal itu diperbolehkan. Namun, kalau dia bisa mendapatkan haknya tanpa suap, maka suap tidak diperbolehkan. Demikian pula hukum suap untuk jabatan dan kedudukan, haram bagi yang menerimanya secara mutlak.  Adapun untuk pihak yang memberi suap, hukumnya dibedakan berdasarkan penjelasan di atas. (As-Subki, Fatawas Subki fi Furu' il Fiqhis Syafi'i, jilid I, halaman 221).   

BACA JUGA:Kajurda Inkai, 33 Medali Disabet Dojo Ranting Bank Bengkulu

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan