Rawan Kasus Kekerasan Anak, Lebong Harus Terbitkan Perda KLA
PENTING: Pemkab Lebong diminta segera menerbitkan Perda tentang KLA.-- Muharista Delda/RB
''Terhadap perempuan dan anak yang rawan menjadi korban kekerasan itu wajib dilakukan pemantauan ketat. Satgas PPA selaku garda terdepan dalam perlawanan terhadap kekerasan perempuan dan anak jangan sampai sekalipun lengah,”tutur Fahrurrozi.
Tidak hanya data potensi korbannya, Satgas PPA juga harus mengantongi data potensi pelakunya atau orang-orang yang dinilai rawan melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal itu bertujuan untuk memudahkan pemetaan sasaran sosialisasi anti kekerasan terhadap peremuan dan anak.
Namun tidak mungkin pencegahan bisa dilakukan jika Pemkab Lebong sendiri tidak punya data yang konkrit mengenai sebaran potensi kasus karena Satgas PPA yang telah dibentuk di kelurahan dan desa tidak bekerja dengan maksimal.
BACA JUGA:Resmikan Gedung GIC, Gubernur: Kehadiran HMI Menjadi Penyeimbang
Sesuai data yang ditangani DP3AP2KB Kabupaten Lebong, sepanjang tahun 2023 terjadi 26 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lebong. Dari jumlah itu, 16 diantaranya menjadi korban kekerasan secara seksual.
Sedangkan 10 korban lainnya mendapat perlakukan kekerasan secara fisik yang masuk kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lebong tidak lepas belum maksimalnya kinerja Satgas PPA.
Bahkan terindikasi masih ada Satgas PPA di tingkat kelurahan dan desa yang sama sekali tidak menjalankan tugasnya.
BACA JUGA:Akhirnya, Lahan Tempat Pemakaman Umum Warga Danau Nibung Diakomodir
Hal itu pernah diutarakan Kapolres Lebong, AKBP. Awilzan, S.IK pada tahun 2022 melalui Iptu. Kuat Santosa, SH yang pada saat itu menjabat Kasat Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polres Lebong.
Soalnya hampir merata tidak ada laporan kegiatan dari Satgas PPA yang menyebar di 11 kelurahan dan 93 desa di Lebong.
Padahal dengan jumlah Satgas PPA 5 orang per desa, Kuat pastikan tidak ada celah bagi pelaku melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak, kalau satgasnya bekerja dengan baik dan benar-benar memonitor kondisi di masyarakat.
Perlu dipahami, pemicu utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih didasari kurangnya pemahaman masyarakat tentang hukum.
BACA JUGA:Cerita Anak Bahasa Daerah, Diinisiasi Masuk Perencanaan Disdikbud 2025