Tidak Ikut Cuti Massal, Ini Cara Hakim di PN Bengkulu Tuntut Kesejahteraan
Ruang tunggu persidangan di PN Bengkulu terlihat sepi tidak seperti biasanya --WEST JER TOURINDO/RB
BENGKULU, KORANRB.ID - Hakim di Indonesia saat ini sedang melakukan cuti massal dari tanggal 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024, dengan tuntutan kesejahteraan.
Meski juga menuntut hal serupa, namun hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu memilih untuk melakukan cara lain agar gaji dan tunjangan mereka dinaikkan.
Salah satunya adalah dengan mengkosongkan sejumlah jadwal persidangan alias menunda. Sehingga tidak terlihat adanya aktivitas persidangan di PN Bengkulu saat ini.
Berdasarkan pantauan RB di PN Bengklu, terlihat suasana pengadilan cukup lengang. Termasuk di ruang tunggu persidangan pun terlihat sepi.
Pengunjung tidak terlihat ramai seperti biasanya karena memang saat ini tidak ada jadwal persidangan, lantaran ditunda.
BACA JUGA:Ketua PT Bengkulu Tegaskan Gerakan Cuti Massal Hakim Se-Indonesia Merupakan Hak
Dikonfirmasi RB, Humas PN Bengkulu T Oyong, SH, MH bahwa hakim di PN Bengkulu tidak ikut cuti massal bersama seperti yang dilakukan hakim seluruh Indonesia.
"Kalau kami tidak. Memang ada macam-macam bentuk. Ada yang dengan membentang spanduk. Ya, sesuai dengan improvisasi saja. Kalau kita, jadwal sidang kita kosongkan. Ini supaya negara hadir dan masyarakat tahu bagaimana sebenarnya kesejahteraan hakim itu," ungkap Oyong pada RB Rabu, 9 Oktober 2024.
Meski ada penundaan jadwal sidang namun ada beberapa perkara yang bersifat mendesak atau urgent, sidang akan tetap digelar sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Misalnya perkara anak atau status tahanan yang sudah akan habis masa penahanan.
"Tapi untuk perkara yang tidak urgen, untuk seminggu ini kita tunda sampai minggu depan. Tapi kadang-kadang kan juga memang tertunda sidangnya. Ada yang karena tak hadir para pihak. Atau tertunda karena jaksa yang belum siap," kata Oyong.
BACA JUGA:Tuntut Kesejahteraan, Hakim Se Indonesia Mogok Massal 5 Hari! Bagaimana di Bengkulu?
Oyong mengatakan, dengan aksi cuti massal ini para hakim berharap pemerintah menanggapi secara serius dan sungguh-sungguh apa yang diperjuangkan para hakim. Apalagi, kata Oyong, yang dituntut para hakim ini sebenarnya adalah amanat UU tentang hak-hak protokoler kehakiman.
"Yang membuat UU itu presiden dan DPR, tapi sampai sekarang belum ada peraturan pemerintah sebagai dasar pelaksanaannya, sehingga amanat UU itu belum dilaksanakan. Padahal sudah 12 tahun. Jadi aksi ini mengingatkan saja. Bukan lagi menuntut kesejahteraan hakim," tutup Oyong.