Pro Kontra PGE Hululais, Jadi Beban Lebong
NYANGKUT : Tronton pengangkut material PGE Hululais terjebak di jalan sempit lintas Lebong-Rejang Lebong di Kecamatan Rimbo Pengadang. --aris/rb
Keberadaan PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) Hululais yang terpusat di Kecamatan Lebong Tengah masih menimbulkan pro dan kontra. Sejak eksplorasi 2012, hingga saat ini dinilai belum memberikan manfaat yang terukur untuk kemajuan Kabupaten Lebong. Khususnya dalam memajukan perekonomian daerah.
Justru beragam permasalahan muncul dampak pengeboran yang terus-menerus dilakukan di 30 lebih sumur dengan kedalaman hingga 3 ribu meter di setiap clusternya. Iming-iming sumbangsih terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan sistem bagi hasil hingga 32 persen untuk Kabupaten Lebong atas penjualan listrik dari uap kering sebagai sumber Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), masih jauh panggang dari api.
BACA JUGA: 13 Rusak, Lebong Kekurangan 11 Kotak dan Bilik Suara
Target PGE Hulu Lais sudah bisa mengoperasikan PLTP sebagai sumber pembangkit listrik mulai tahun 2014 tidak hanya sebatas meleset. Berulang kali jadwalnya diundur dengan berbagai alasan. Diterima atau tidak, faktanya aktivitas PGE Hulu Lais telah memberi kontribusi besar terhadap kerusakan di berbagai segmen.
BACA JUGA:Biosolar di Lebong Masih Aman
Mulai dari kerusakan jalan provinsi akses utama penghubung Kabupaten Lebong dengan Kabupaten Rejang Lebong akibat lalu lalang tronton pengangkut material PGE Hulu Lais hingga memicu kerusakan lingkungan. Jalur lintas di sepanjang Kecamatan Lebong Selatan dan Kecamatan Rimbo Pengadang yang selama ini menurut masyarakat sekitar termasuk aman dari bencana longsor, pascaberaktivitasnya PGE Hulu Lais diklaim mulai tidak bersahabat.
Setiap turun hujan deras, hampir dipastikan selalu terjadi longsor yang diduga akibat pengurangan kualitas konstruksi tanah di sepanjang jalur pelintasan di 2 kecamatan itu. Bahkan hingga saat ini ancaman longsor di lintas utama Lebong-Rejang Lebong itu masih terus menghantui pengguna jalan.
''Jalur lintas di Kecamatan Lebong Selatan dan Rimbo Pengadang sekarang masuk dalam zona rawan bencana yang titik potensi bencananya paling banyak di Kabupaten Lebong,'' ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebong, Tantomi, SP.
BACA JUGA:Bandar, Kurir dan 55 Paket Sabu Diamankan
Bahkan tahun 2021 Yayasan Genesis Bengkulu pernah melakukan kajian teknis terkait aktivitas pengeboran oleh PGE Hulu Lais yang disinyalir dapat memicu gempa bumi darat. Itu karena lokasi WKP PGE Hulu Lais tepat berada di garis patahan Sumatera. Secara alami saja patahan Sumatera berpotensi menimbulkan gempa, apalagi dipicu getaran keras dari aktivitas pengeboran tanah dengan kedalaman tidak main-main.
Belum lagi adanya penggunaan material galian C di WKP PGE Hulu Lais yang penambangannya sempat diklaim dilakukan secara ilegal di hulu sungai Air Karat dan Air Kotok. Dampaknya sangat buruk terhadap ekosistem sehingga sempat memicu perseteruan dari berbagai organisasi pemerhati lingkungan yang salah satunya Aliansi Lingkar Hijau Kabupaten Lebong.
Puncaknya di tahun 2016, aktivitas PGE Hulu Lais yang memiliki izin proyek hingga 130 ribu hektare itu membawa petaka besar bagi Lebong dengan terjadinya bencana longsor akibat pengeboran di Cluster A. Selain merenggut 6 nyawa dan 3 korban luka, longsor itu juga merusak puluhan hektare lahan produktif sentral pertanian masyarakat sekitar Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP).
Itupun penyelesaiannya sempat meninggalkan polemik tak panjang di masyarakat. Penggantian rugi yang disanggupi pihak PGE senilai Rp 5,35 miliar dari permintaan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong senilai Rp 10,7 miliar diklaim kurang transparan. Penggantian Rp 9,5 juta per hektare lahan kepada 41 Kepala Keluarga (KK) yang dirugikan dengan cara ditransfer langsung oleh PGE ke rekening para korban itu tidak dilakukan sekaligus.
BACA JUGA:Pelajar Ditodong Pisau, Pelaku Begal Diamuk Massa
Sementara Senior Supervisor General Suport (SSGS) PGE Hulu Lais, Anshoruddin pernah menyampaikan secara terbuka bahwa uap panas dari sumur HLS-C1 aman bagi lingkungan. Sumur dengan kedalaman 3.023 meter kedalaman ukur (MKU) itu bertemperatur reservoir 287 celcius dengan tipe reservoir yang didominasi air. Itu diklaim masih dalam ambang batas ramah lingkungan.
Di sisi lain Perjanjian Jual Beli Uap (PJBU) antara PGE dengan PT. PLN (Persero) yang seyogyanya sudah terkontrak 2021, hingga saat ini belum terwujud. Itu karena PLN belum siap memanfaatkan uap panas bumi produk PGE menjadi sumber listrik lantaran butuh biaya yang sangat besar untuk membangun jaringan instalasi penunjang. Padahal potensi PLTP di 2 sumur cluster C (HLS-C1) itu diklaim pihak PGE sangat potensial membantu suplai cadangan listrik negara karena sanggup menghasilkan 2 x 55 megawatt tenaga listrik (MWe) atau 110 MWe.
''Sesuai koordinasi yang kami lakukan, dari pihak PGE sudah siap mengoperasikan produknya, tetapi PLN yang belum siap memberdayakannya,'' ungkap Sekretaris Daerah Kabupaten Lebong, H. Mustarani Abidin, SH, M.Si.
BACA JUGA:Jaksa Mulai Pelajari Berkas Korupsi Dana BTT Seluma
Itupun belum ada kepastian kapan dioperasikan sekalipun pihak PLN meminta penundaan hingga 2024. Alhasil dengan belum beroperasinya PLTP di WKP PGE Hulu Lais tidak ada keuntungan yang didapat Pemkab Lebong. Kalaupun ada penyaluran Corporate Social Responbility (CSR), nominalnya masih sangat minim dan baru bisa dirasakan segelintir masyarakat. Sesuai klaim pihak PGE Hulu Lais penyaluran CSR hanya kebijakan sosial dari PGE pusat. Sebab kewajiban CSR sesuai aturan hanya berlaku bagi perusahaan yang sudah beroperasi. Sementara status PGE Hulu Lais hingga saat ini belum beroperasi.
Sikap dari Pemkab Lebong sangat mendukung serta terus mendorong agar PLTP di PGE Hulu Lais segera dioperasikan. Bukan semata mengejar PAD, tetapi berkaitan juga dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat karena dalam prakteknya akan menyerap tenaga kerja yang disebut-sebut mencapai 2 ribu orang dengan prioritas warga lokal. Termasuk diterapkannya CSR yang tepat guna sesuai yang dibutuhkan masyarakat di sekitar WKP PGE Hulu Lais serta peluang bagi Kabupaten Lebong semakin dikenal di kancah nasional maupun internasional karena di wilayahnya terdapat produksi energi terbarukan. (sca)