Seperti pembangunan infrastruktur baru atau perubahan tata guna lahan, yang dapat mengancam kelangsungan hidup proyek urban farming yang sudah ada.
- Perawatan yang Intensif: Urban farming memerlukan perawatan yang intensif untuk memastikan tanaman tumbuh dengan baik dan menghasilkan hasil yang memuaskan.
Ini bisa melibatkan pemantauan kelembaban tanah, penyiraman rutin, perlindungan dari hama dan penyakit, dan pemupukan yang tepat.
- Ketergantungan pada Sumber Air: Urban farming seringkali memerlukan sumber air yang cukup untuk penyiraman tanaman.
Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi tantangan, terutama di daerah yang mengalami kekeringan atau memiliki akses terbatas ke sumber air bersih.
- Kebutuhan Energi: Sistem hidroponik atau pertanian vertikal dalam ruangan dapat memerlukan konsumsi energi yang tinggi.
Untuk mengoperasikan lampu tumbuh, sistem penyiraman dan kontrol lingkungan lainnya.
Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap jejak karbon proyek urban farming.
- Tingkat Produksi yang Terbatas: Urban farming umumnya tidak dapat menghasilkan sebanyak pertanian konvensional di pedesaan karena keterbatasan ruang dan sumber daya.
Hal ini dapat menjadi tantangan dalam memenuhi permintaan pangan yang tinggi di perkotaan.
Meskipun memiliki beberapa kekurangan, urban farming tetap menjadi pilihan yang menarik untuk meningkatkan ketersediaan makanan lokal.
Mengurangi dampak lingkungan dan memperkuat komunitas perkotaan.
Dengan pemikiran yang cermat dan perencanaan yang baik, banyak dari kekurangan ini dapat diatasi atau diminimalkan.