Selama ini BPJPH Kemenag mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitas sertifikasi halal kategori self declare (deklarasi mandiri).
Setiap tahun Kemenag hanya punya anggaran untuk membiayai 1 juta sertifikat halal untuk self declare.
Pendapat Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler mendukung langkah Kemenag menunda kewajiban sertifikat halal untuk pelaku UMK.
Sampai semua pelaku UMK benar-benar siap.
BACA JUGA:Lolos Sejak Awal Mei, 32 Calon Panwascam di Seluma Belum Dilantik, Ini Penyebabnya
BACA JUGA:Lakukan 6 Langkah Ini Agar Tidak Mengantuk Saat Bekerja
Sebab masih banyak pelaku UMK belum mendapatkan informasi secara detail kebijakan tersebut.
“Perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh. Termasuk masalah hukum yang bisa menjerat pelaku UMK. Jangan sampai pelaku UMK terjerat masalah hukum tanpa tahu kebijakan tersebut,” kata Dempo.
Di bagian lain pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, dengan penduduk mayoritas Islam, ketentuan soal sertifikat halal itu memang diperlukan.
Namun dia mengatakan penargetan yang semula ditetapkan per 18 Oktober 2024 itu terburu-buru.
Mengingat jumlah pelaku UMK yang sangat banyak. Kemudian kemampuan literasinya juga sangat beragam.
’’Sebagai dasar mengurus sertifikat halal, harus punya NIB dulu,’’ katanya.
Ironisnya sampai saat ini tidak semua pelaku UMK memahami apa itu NIB.
Termasuk bagaimana proses mengurusnya. Padahal NIB itu aturan dasar sebelum mengurus sertifikat halal.
Dengan keragaman literasi dan banyaknya jumlah UMK, pemerintah harus menjalankan skenario sosialisasi serta pendampingan yang massif.
Dia mengusulkan pemerintah bisa melibatkan mahasiswa untuk sosialisasi dan pendampingan pengurus NIB, termasuk sertifikasi halal.