Iqbal menilai, beleid yang diklaim dapat mendorong investasi justru bagi para buruh adalah simbol ketidakadilan yang melegalkan eksploitasi.
Sebab, dengan UU ini perjanjian kerja kontrak dan outsourcing semakin bebas.
Hingga kini UU ini hanya memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk memperlakukan buruh sebagai alat produksi semata, bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.
“UU Cipta Kerja juga menyebabkan upah murah, pesangon rendah, mudahnya PHK, jam kerja yang fleksibel, hingga hilangnya beberapa saksi pidana,” keluh pria yang juga menjabat sebagai Presiden Partai Buruh ini.
BACA JUGA:Mitos atau Fakta, Makan Kacang Bisa Menimbulkan Jerawatan di Wajah Begini Penjelasannya!
BACA JUGA:Kisah Hancurnya Tiki-Taka dalam Sepakbola Catalan
Sistem outsourcing juga dinilai tidak memberikan kepastian kerja.
Termasuk, upah yang jauh dari kata layak. Hal ini pun berakibat pada kondisi buruh yang semakin sulit.
Karenanya, para buruh akan terus menyuarakan agar pemerintah mencabut klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja.
Langkah hukum pun bakal terus diupayakan agar bisa mengelaurkan beleid tersebut.