Dan dari langkah tersebut pihaknya sudah berhasil mengumpulkan pembayaran pajak terhutang sekitar Rp 600 jutaan.
Hanya saja langkah tersebut menimbulkan permasalahan baru, dimana untuk pembayaran PBB di tahun berjalan tidak bisa dilakukan oleh wajib pajak terhutang.
Hal ini tentunya berdampak pada realisasi PAD dari sektor PBB di tahun berjalan nantinya.
"Wajib pajak yang masih terhutang PBB di tahun 2019, 2020, 2021, dan 2022, maka tidak biaa membayar untuk tahun berjalan 2023 sebelum hutang tahun sebelumnya dilunasi," tegas Andy.
Sementara untuk sektor pajak reklame yang terhutang saat ini berkisar di angka Rp 1 miliar.
Saat ini pihaknya masih melakukan penagihan kepada vendor-vendor yang masih memiliki tunggakan pajak reklame ini, yang pada umumnya beralamatkan di luar Provinsi Bengkulu.
"Sama seperti tunggakan PBB, untuk sektor reklame ini pun kita tetap berlakukan langkah penutupan pembayaran tahun berjalan, dan memprioritaskan penyelesaian pembayaran tahun terhutang kepada semua vendor yang menunggak pajak reklame," pungkas Andy.