KORANRB.ID – Sudah bukan hal asing lagi di Indonesia, bahwa setiap perhelatan pesta demokrasi khususnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), praktik money politic atau politik uang terjadi di sekitar kita.
Meski di satu sisi praktik ini dilarang, namun di sisi lain praktik ini juga dibutuhkan, entah untuk memuluskan hasrat berkuasa atau juga kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan uang dengan mudah.
Pilkada merupakan salah satu momen penting dalam proses demokrasi di Indonesia.
Dalam Pilkada, masyarakat diberi kesempatan untuk memilih pemimpin mereka di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota.
Namun, di balik semangat demokrasi tersebut, terdapat fenomena yang sering mencederai proses pemilihan ini, yaitu money politic atau politik uang.
Money politic atau politik uang adalah praktik di mana kandidat atau partai politik memberikan uang atau hadiah lainnya kepada pemilih dengan tujuan mempengaruhi pilihan mereka dalam pemilihan.
Praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengedepankan kebebasan, kejujuran, dan keadilan dalam pemilihan umum.
BACA JUGA: KPU Mukomuko Butuh 549 Petugas Pantarlih, Kemungkinan Ada Penambahan TPS
Money politic bisa hadir dalam berbagai bentuk, antara lain:
1. Pemberian Uang Tunai
Dimana kandidat atau tim sukses dari salah satu pasangan calon kepala daerah memberikan uang tunai secara langsung kepada pemilih untuk membeli suara mereka.
2. Barang atau Hadiah
Selain uang tunai, hadiah dalam bentuk barang seperti sembako, pakaian, atau peralatan rumah tangga juga sering digunakan.
3. Jasa dan Fasilitas
Kadang-kadang juga kandidat pasangan calon kepala daerah menyediakan jasa atau fasilitas tertentu, seperti layanan kesehatan gratis atau perbaikan infrastruktur lokal, dengan harapan mendapatkan dukungan suara.