BACA JUGA:Oknum Sekcam di Bengkulu Utara Diamankan Polisi, Diduga Terlibat Pemerasan Kades Soal Besi Jembatan
BACA JUGA:Oknum Sekcam di Bengkulu Utara Diamankan Polisi, Diduga Terlibat Pemerasan Kades Soal Besi Jembatan
Sebelumnya, Ranggi mengungkapkan alasan gugatan praperadilan, pasalnya pada awal penyelidikan yang dilakukan pada April 2020 lalu proyek yang dikerjakan oleh klien Ranggi belum selesai pengerjaannya.
Sehingga, jika belum selesai artinya belum bisa dilihat keberhasilan suatu proyek.
“Pada waktu peyelidikan awal yang dilakukan oleh Kejari Benteng pada April 2020, pekerjaan proyek belum selesai atau masih dalam masa pemeliharaan,” jelas Ranggi.
Kemudian diungkapkan Ranggi bahwa dari awal penyelidikan, jika kasus ini dirasa ada yang janggal, kenapa tidak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu yang turun.
Pasalnya pengerjaan yang dilakukan oleh klien Ranggi ini ada dua objek pengerjaan dan satu payung saja di antara 2 objek ini.
BACA JUGA:Oknum Sekcam di Bengkulu Utara Diamankan Polisi, Diduga Terlibat Pemerasan Kades Soal Besi Jembatan
BACA JUGA:Oknum Sekcam di Bengkulu Utara Diamankan Polisi, Diduga Terlibat Pemerasan Kades Soal Besi Jembatan
“Bahwa sesuai kontrak pekerjaan tersebut berada di 2 lokasi yaitu Jembatan Taba Terunjam yang terletak di Bengkulu Tengah dan jembatan Danau Uso yg terletak di Kebupaten Bengkulu Utara. Seharusnya sewaktu penyeledikan awal tersebut harus dilakukan oleh Kejati bengkulu bukan oleh Kejari Benteng,” terang Ranggi.
Ia melanjutkan bahwa ada kejanggalan waktu dilakukan penyelidikan oleh Kejari Bengkulu Tengah.
“Pada saat pemeriksaan fisik oleh penyidik dan ahli dari penyidik itu sendiri tanpa melalui prosedur yang benar yaitu tanpa dihadiri oleh Ahli Teknis, Penanggung jawab Barang (Dari balai dan jembatan), kontrakor dan rekanan konsultan,” ungkap Ranggi.
Kejanggalan lainnya tidak ada transparansi dalam penyelidikan ini, pasalnya berkas berita acara itu tidak disampaikan dan tidak bisa melihat siapa yang menandatangani.
“Berita acara yang ditanda tangani oleh para pihak guna transparansi itu dianggap perlu,” jelas Ranggi.
Selani itu juga hak dari klien Ranggi belum diberikan baik oleh penyedia jasa maupun yang lainnya, maka hal itu dianggap kurang pas dalam etika pekerjaan.
“Masih ada sisa pembayaran yang belum dibayarkan 100 persen oleh negera kepada penyedia jasa atau kontraktor yaitu senilai Rp6,8 Miliar,” terang Ranggi.