Angin ini menghasilkan badai besar di Neptunus, salah satunya adalah Great Dark Spot, sebuah badai besar yang mirip dengan Great Red Spot di Jupiter, namun ukurannya lebih kecil.
BACA JUGA:Terdakwa Perkara Tipikor DKPTKA Disnakertrans Benteng Kembalikan Uang Rp3 Juta
Neptunus adalah planet pertama yang ditemukan melalui perhitungan matematika, bukan melalui pengamatan langsung.
Pada awal abad ke-19, astronom mulai memperhatikan bahwa Uranus, planet ketujuh dalam tata surya, mengalami gangguan gravitasi yang tidak dapat dijelaskan oleh keberadaan planet-planet yang sudah diketahui.
Hal ini menyebabkan para ilmuwan berspekulasi bahwa mungkin ada planet lain di luar Uranus yang mempengaruhi orbitnya.
Pada tahun 1846, dua astronom, Urbain Le Verrier dari Prancis dan John Couch Adams dari Inggris, secara independen melakukan perhitungan untuk menentukan lokasi planet yang belum ditemukan ini.
BACA JUGA:OJK Berperan Penting Menjaga Stabilitas Ekonomi dan Keuangan
Pada 23 September 1846, Johann Galle dan Heinrich d'Arrest di Berlin menggunakan perhitungan Le Verrier untuk menemukan Neptunus dengan teleskop.
Penemuan ini menandai pertama kalinya sebuah planet ditemukan berdasarkan prediksi matematika, bukan pengamatan langsung.
Neptunus memiliki 14 satelit alami yang telah diketahui, dengan yang terbesar dan paling terkenal adalah Triton.
Triton memiliki keunikan tersendiri karena memiliki orbit retrograde, artinya ia mengorbit Neptunus dalam arah yang berlawanan dengan rotasi planet.
Hal ini menunjukkan bahwa Triton kemungkinan adalah objek dari Sabuk Kuiper yang ditangkap oleh gravitasi Neptunus.
BACA JUGA: Sukseskan Pilkada 2024, Bawaslu Minta KPU Mukomuko Sisir Ulang 140.192 DPS
Triton juga memiliki aktivitas geologi yang menakjubkan, termasuk geyser yang menyemburkan nitrogen cair ke angkasa.