Aliansi politik yang dibangun dengan gelandangan politik mungkin tidak bertahan lama, yang dapat menyebabkan perubahan yang sering dan tidak terduga dalam peta politik.
BACA JUGA:Ibu Hamil Aman Melakukan Perjalanan Naik Pesawat? Ini Penjelasan Dokter Kandungan
BACA JUGA:Peluang Kaesang Pupus di Pilkada 2024, Begini Respon Presiden Jokowi
2. Melemahkan Ideologi Partai
Kehadiran gelandangan politik dapat melemahkan ideologi partai politik. Ketika partai menerima dukungan dari individu atau kelompok yang tidak memiliki loyalitas ideologis, partai tersebut mungkin tergoda untuk mengubah atau mengkompromikan prinsip-prinsip mereka demi mempertahankan dukungan.
Hal ini dapat menyebabkan partai kehilangan identitas dan kejelasan ideologis.
3. Menggoyahkan Kepercayaan Publik
Ketika publik melihat bahwa aktor-aktor politik utama bersikap seperti gelandangan politik, berpindah-pindah dukungan tanpa alasan yang jelas, hal ini dapat menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap proses politik secara keseluruhan.
Publik mungkin menjadi lebih skeptis terhadap motivasi politisi dan kurang percaya bahwa keputusan politik dibuat untuk kepentingan bersama.
4. Fleksibilitas dalam Koalisi
Di sisi lain, gelandangan politik juga dapat memberikan fleksibilitas dalam membentuk koalisi politik.
Karena mereka tidak terikat pada satu ideologi atau partai, mereka dapat membantu membentuk aliansi yang lebih luas dan beragam, yang mungkin sulit dibentuk jika semua aktor politik memiliki loyalitas yang kaku.
BACA JUGA:Dijamin Maknyus, Ini Resep Membuat Ayam Goreng Ala KFC di Rumah
BACA JUGA:Kelulusan PPPK Berdasarkan Peringkat, KemenPAN RB Terbitkan 3 Peraturan untuk Seleksi PPPK 2024
Dalam konteks politik Indonesia, istilah gelandangan politik bisa merujuk pada fenomena perpindahan dukungan partai politik atau individu menjelang pemilihan umum.
Misalnya, beberapa politisi yang sebelumnya mendukung satu partai besar dapat dengan cepat beralih ke partai lain ketika mereka merasa bahwa partai baru tersebut memiliki peluang lebih baik untuk menang.