Di satu sisi, politik identitas memberikan ruang bagi kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan untuk bersuara dan memperjuangkan hak-hak mereka.
BACA JUGA:Rektor UMB: Jangan Pilih Cakada Gunakan Politik Uang
Di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, politik identitas dapat memperkuat segregasi sosial, polarisasi politik, dan bahkan konflik kekerasan antar kelompok.
1. Pemberdayaan Kelompok Minoritas
Politik identitas memungkinkan kelompok-kelompok minoritas untuk mengangkat isu-isu yang selama ini diabaikan oleh kelompok mayoritas atau oleh elit politik.
Misalnya, gerakan politik perempuan yang memperjuangkan hak-hak reproduksi atau hak untuk bebas dari kekerasan berbasis gender, adalah contoh di mana politik identitas berfungsi untuk memperjuangkan keadilan sosial.
Selain itu, politik identitas juga memungkinkan munculnya kepemimpinan baru dari kelompok-kelompok minoritas yang biasanya tidak terwakili dalam struktur kekuasaan.
2. Representasi yang Lebih Adil
Dalam demokrasi, idealnya setiap kelompok masyarakat harus memiliki representasi yang adil dalam pengambilan keputusan politik.
Namun, dalam praktiknya, kelompok-kelompok tertentu sering kali lebih mendominasi dibanding kelompok lain.
Politik identitas menjadi sarana bagi kelompok-kelompok yang kurang terwakili untuk mendapatkan pengakuan dan tempat dalam struktur politik.
Ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah perempuan, kelompok etnis minoritas, dan kelompok LGBT dalam posisi kepemimpinan politik di banyak negara.
3. Polarisasi dan Fragmentasi Politik
Di sisi lain, politik identitas juga dapat memperparah polarisasi politik, di mana masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling berhadapan dan sulit untuk mencapai konsensus.
Misalnya, dalam beberapa kasus, politik identitas digunakan oleh aktor politik untuk memobilisasi massa dengan menonjolkan perbedaan identitas suku, agama, atau ras, yang pada akhirnya menciptakan ketegangan sosial.