CURUP, KORANRB.ID - Selama periode Januari hingga Agustus 2024, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Rejang Lebong mencatat sebanyak 14 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini diungkapkan Kepala DP3APPKB Rejang Lebong, Sutan Alim, S.Sos beberapa waktu lalu.
Menurut laporan tersebut, dari 14 kasus yang dilaporkan, sembilan kasus di antaranya melibatkan anak, sedangkan lima kasus lainnya menimpa perempuan dewasa. Kekerasan yang terjadi bervariasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak empat kasus, serta satu kasus kekerasan fisik yang dialami perempuan.
“Untuk kasus yang melibatkan anak-anak, tercatat ada dua kasus kekerasan fisik, empat kasus kekerasan seksual, satu kasus inses atau hubungan sedarah, satu kasus penelantaran anak, dan satu kasus yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba. Semua kasus tersebut telah ditangani oleh pihak kepolisian setempat,” ungkap Sutan.
Sutan menjelaskan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi hingga akhir Agustus 2024 tergolong lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, di mana jumlah kasus mencapai lebih dari 20. Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa angka yang tercatat saat ini mungkin tidak merefleksikan situasi sesungguhnya di lapangan.
"Diperkirakan masih ada kasus-kasus kekerasan yang tidak dilaporkan, baik karena alasan pribadi maupun karena sudah diselesaikan melalui jalur adat," ujarnya.
BACA JUGA:Remaja Diduga Dikeroyok Geng Motor, Polresta Bengkulu Lakukan Penyelidikan
BACA JUGA:1.939 Mahasiswa Baru UMB Ikuti Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru 2024
Salah satu faktor yang menyebabkan beberapa kasus tidak tercatat secara resmi adalah adanya penyelesaian melalui Badan Musyawarah Adat (BMA). BMA yang tersebar di 156 desa dan kelurahan di Kabupaten Rejang Lebong berperan dalam menyelesaikan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat secara adat, sehingga beberapa di antaranya tidak dilaporkan ke DP3APPKB.
Meskipun penyelesaian melalui jalur adat ini mungkin dianggap efektif oleh sebagian masyarakat, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi terabaikannya keadilan bagi korban, terutama dalam kasus-kasus kekerasan berat seperti kekerasan seksual dan inses.
“Karena dalam banyak situasi, korban yang menjalani penyelesaian adat mungkin tidak mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang memadai sebagaimana yang dijamin melalui jalur hukum formal,” tambah Sutan.
Untuk itu, sambung Sutan, DP3APPKB Kabupaten Rejang Lebong terus berupaya mendorong masyarakat untuk melaporkan setiap bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, agar tindakan penanganan bisa dilakukan dengan tepat dan korban mendapatkan hak-haknya sesuai undang-undang yang berlaku. Mereka juga berkolaborasi dengan pihak kepolisian, organisasi masyarakat, dan tokoh adat untuk memberikan penyuluhan terkait perlindungan perempuan dan anak.
Selain menangani kasus-kasus yang terjadi, DP3APPKB Kabupaten Rejang Lebong juga aktif dalam program-program edukasi dan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik melalui sekolah, komunitas masyarakat, maupun media sosial.
BACA JUGA: Ini 2 Zona Merah Peredaran Narkoba di Bengkulu, Salah Satunya Rejang Lebong
BACA JUGA:Habiskan Hari Tua di Penjara, Jaksa Siapkan Tuntutan 20 untuk Ayah Pelaku Pencabulan
Diharapkan dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelaporan dan perlindungan terhadap korban, jumlah kasus kekerasan dapat terus menurun, dan penanganannya menjadi lebih optimal.