BACA JUGA:Bawaslu Pastikan Proses 2 ASN Kepahiang Terindikasi Langgar Netralitas
“Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Petugas pengawas di lapangan akan dibekali dengan pelatihan yang intensif agar mampu mengidentifikasi dan menangani potensi pelanggaran secara cepat dan tepat,” ungkapnya.
Kemudian pelatihan dan pembekalan kepada petugas KPPS juga menjadi prioritas utama Bawaslu. Petugas KPPS yang merupakan penyelenggara pemilu di tingkat TPS memiliki peran kunci dalam menjamin kelancaran pemungutan suara.
Dengan meningkatkan kapasitas dan pemahaman mereka terhadap aturan pemilu, diharapkan kesalahan prosedural yang dapat memicu pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang dapat diminimalkan.
Selain itu, Bawaslu juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga ketertiban selama Pilkada.
Masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang bersifat memecah belah, serta menjaga keamanan lingkungan selama proses pemilu berlangsung. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan Pilkada juga menjadi salah satu elemen penting dalam menciptakan suasana pemilu yang aman dan damai.
“Dalam menghadapi potensi gangguan keamanan, Bawaslu juga meningkatkan koordinasi dengan aparat keamanan seperti Polri dan TNI untuk memastikan kesiapan pengamanan di seluruh daerah. Aparat keamanan akan ditempatkan di TPS-TPS yang dianggap rawan untuk mengantisipasi terjadinya konflik antarpendukung calon atau gangguan lainnya,” tambah Faham.
Faham menambahkan, meskipun berbagai langkah preventif telah disiapkan, tantangan dalam menjaga stabilitas selama Pilkada serentak tetap besar. Salah satu tantangan utama adalah tingginya ekspektasi masyarakat terhadap proses pemilu yang jujur, adil, dan transparan.
Apabila ada indikasi kecurangan atau pelanggaran, hal ini bisa memicu ketidakpuasan dan menimbulkan protes yang berujung pada konflik sosial.
“Selain itu, penggunaan media sosial sebagai alat kampanye juga menjadi tantangan tersendiri. Penyebaran informasi yang tidak benar (hoaks) melalui media sosial sangat cepat dan sulit dikendalikan. Hal ini dapat memperkeruh situasi politik dan mempengaruhi opini publik, sehingga Bawaslu perlu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memantau dan menindak penyebaran informasi palsu selama Pilkada,” urai Faham.