Namun, larangan bagi wartawan untuk meliput dapat terjadi jika ada dasar hukum atau alasan yang sah, seperti, Keamanan Nasional.
Misalnya, wartawan dilarang meliput di zona konflik atau lokasi rahasia demi melindungi informasi sensitif.
Menurutnya jika larangan liputan dilakukan tanpa alasan sah, pelaku bisa dianggap melanggar hukum.
Pasal 18 UU Pers menyatakan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja pers dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp 500 juta.
BACA JUGA:Mensos: Perlu Kolaborasi Entaskan Kemiskinan
“Kita juga menghargai tindakan dari pimpinan DPRD Seluma yang menyampaikan permohonan maaf, mudah mudahan kemitraan ini terus berjalan baik.
Kedepannya kita harapkan kejadian ini tidak terulang lagi di instansi manapun,”pungkas Fauzan.
Masalah ini bermula saat awak media memasuki ruang rapat Komisi I yang tengah melakukan pembahasan RAPBD 2025 bersama mitranya yakni Sekretariat Daerah Seluma.
Namun saat awak media berusaha untuk izin dan mengabadikan momen, Ketua Komisi I langsung memberhentikan pembahasan dan meminta untuk jangan diliput.
BACA JUGA:Seri Final LBB KU-18 Piala Gubernur Bengkulu 2024, Ajang Pencarian Bakat Atlet Berprestasi
“Nanti saja diliputnya, ini sedang tertutup dan serius, tunggu nanti saat sedang santai,” sampai Hendri Satrio.
Perlakuan ini juga turut disoroti Mantan Ketua DPRD Seluma, Tenno Heika, S. Sos, MM. Ia menyayangkan sikap dari Ketua Komisi I DPRD Seluma yang mengusir wartawan.
Menurutnya, tindakan dari Ketua Komisi I tersebut jelas menyalahi tata tertib DPRD Seluma.
Setiap kinerja dan kegiatan DPRD Seluma harus dilakukan secara terbuka dan menerapkan transparansi.
BACA JUGA:Telan Anggaran Rp9.9 Miliar, Gedung Perpusda Belum 100 Persen
“Mengapa takut untuk dipublikasikan, padahal ini demi roda pemerintahan di Kabupaten Seluma yang bertitik totak kepentingan rakyat Kabupaten Seluma.