Dalam pengajaran ini, aspek mistis digunakan sebagai cara untuk menanamkan rasa takut atau segan, sehingga mereka lebih patuh.
Di luar aspek mitos dan kepercayaan, larangan makan di kasur sebenarnya memiliki dasar praktis yang logis. Kemudian, sisa makanan yang tercecer di kasur dapat mengundang serangga seperti semut, kecoa, atau tikus.
Kehadiran hewan-hewan ini tentu saja mengganggu kenyamanan dan bisa menjadi sumber penyakit. Makan di posisi berbaring di atas kasur dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti refluks asam lambung.
Selain itu, postur tubuh yang tidak ideal saat makan juga bisa memengaruhi proses pencernaan. Makanan atau minuman yang tumpah di kasur bisa merusak bahan atau kain penutup kasur, menyebabkan noda yang sulit dibersihkan dan mempersingkat umur kasur tersebut.
Mitos larangan makan di kasur merupakan salah satu kepercayaan yang banyak ditemukan di berbagai budaya, termasuk di Indonesia.
Larangan ini biasanya disampaikan secara turun-temurun oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Pada umumnya, alasan yang dikemukakan bersifat metaforis atau mengandung unsur mistis.
BACA JUGA:95 Hektare Lahan Sawah Tadah Hujan di Pino Raya Kekeringan
BACA JUGA:Mendekati Akhir Tahun, Masih Banyak Desa Belum Bayar Pajak Dana Desa
Berikut ini penjelasan tentang asal-usul, makna simbolis, hingga alasan praktis di balik mitos ini. Mitos larangan makan di kasur sering kali berasal dari tradisi lisan masyarakat.
Dalam kebudayaan tradisional, tempat tidur dianggap sebagai tempat yang sakral dan khusus untuk beristirahat.
Oleh karena itu, makan di kasur dianggap tidak pantas karena mencampurkan aktivitas fisik dengan ruang yang semestinya tenang dan bersih.
Beberapa mitos bahkan menyebutkan bahwa makan di kasur bisa mengundang bala atau nasib buruk, seperti sulit jodoh atau rezeki yang terhambat.
Dalam kepercayaan Jawa, misalnya, larangan ini sering dikaitkan dengan keberadaan makhluk halus yang tidak suka jika seseorang tidak menjaga kebersihan tempat tidur.
Kepercayaan ini didukung oleh pandangan bahwa makanan yang tercecer bisa menjadi "pintu masuk" bagi energi negatif atau makhluk gaib untuk mendekat.
BACA JUGA:RAPBD Capai Rp1 Triliun, Ini Prioritas Peruntukan di Bengkulu Selatan
BACA JUGA:Maling Besi Perusahaan Sawit, 3 Warga Sukaraja Diamankan Polisi, 2 DPO