Sampai saat ini, penerimaan PAD dari sektor pariwisata yang dikumpulkan oleh pihaknya masih nol.
BACA JUGA:Jelang Pilkada, ASN di Rejang Lebong Diingatkan Tidak Boleh Ikut Politik Praktis
BACA JUGA:Distankan Kabupaten Rejang Lebong Awasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Namun, dia optimis bahwa pendapatan akan tercapai seiring dengan bertambahnya jumlah pengunjung yang datang ke Rejang Lebong setelah pandemi Covid-19 berakhir.
“Pendapatan dari sektor pariwisata daerah saat ini berasal dari pengelolaan tiga lokasi wisata yang dimiliki oleh Pemkab Rejang Lebong oleh pihak ketiga.
Lokasi-lokasi tersebut meliputi Obyek Wisata Pemandian Suban Air Panas, Danau Mas Harun Bastari (DMHB), dan Villa Diklat di kawasan DMHB,” beber Budianto.
Ia juga menambahkan, selama tahun 2023, dari pengelolaan tiga lokasi wisata yang dimiliki oleh pemerintah daerah setempat,
berhasil dikumpulkan retribusi sebesar Rp153 juta, sedikit di bawah target yang ditetapkan sebesar Rp200 juta.
Realisasi PAD dari sektor pariwisata Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2023 ini berasal dari Obyek Wisata Pemandian Suban Air Panas sebesar Rp108 juta dari target Rp143 juta,
kemudian dari DMHB sebesar Rp38,5 juta dari target Rp48 juta, serta dari Villa Diklat sebesar Rp6,6 juta yang mulai dipungut pada tahun 2023 dan belum ditetapkan targetnya.
“Untuk tahun ini kita berupaya target di masing-masing objek wisata kita tercapai maksimal.
Dan untuk Villa Diklat kita upayakan semaksimal mungkin menghasilkan PAD agar bisa membantu mendongkrak target kolektif PAD di sektor pariwisata,” ujarnya.
Pengelola Wisata Wajib Punya TDUP. Di sisi lain, banyaknya lokasi wisata di Kabupaten Rejang Lebong
yang belum memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP), menjadi perhatian serius bagi Dispar Kabupaten Rejang Lebong.
Untuk itu Dispar menyarankan kepada seluruh pelaku wisata di Kabupaten RL agar bisa segera mengurus TDUP untuk pengelolaan potensi wisata yang dimiliknya.
Menurut Budianto, kepemilikan TDUP sangat penting agar kegiatan kepariwisataan yang dilakukan oleh pelaku wisata dinilai legal sesuai dengan undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.