Kini, para analis dan ekonom mulai bergeser pada prospek penurunan di September.
Hal itu memberikan sinyal tekanan pada pasar keuangan.
BACA JUGA:Aturan Seragam Baru SD/SMP/SMA Tahun 2024, Diterapkan Usai Lebaran, Ini Tanggapan Kemendikbud RI!
Dia melanjutkan, penguatan indeks USD juga didukung oleh pernyataan Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) yang kemungkinan akan menurunkan suku bunga pada Juni.
Investor memantau dengan cermat langkah-langkah bank sentral sehubungan dengan penurunan inflasi yang signifikan di negara-negara besar.
Ekspektasi penurunan suku bunga telah mendorong pasar ekuitas sejak akhir tahun 2023.
Sentimen lainnya, lanjut Hans, adalah dampak serangan balas dendam Iran ke Israel.
Hal itu tentu menaikkan ketidakpastian geopolitik.
BACA JUGA:ASN Pemprov Diberi Dispensasi WFH 2 Hari
Meningkatnya eskalasi konflik Israel-Palestina yang merembet ke Iran dan kawasan Timur Tengah ini menyebabkan investor di seluruh dunia khawatir akan dampak perang ini.
Terutama mengingat gambaran pertumbuhan ekonomi global yang sudah suram.
Adanya konflik antara Iran-Israel tentunya akan mengganggu pasokan minyak global dan berdampak pada trade balance atau neraca perdagangan Indonesia.
Lantas, apakah hal ini bersifat temporer? Hans menilai hal itu tergantung bagaimana dinamika kondisi Timur Tengah.
’’Serangan Iran ke Israel berisiko menaikkan harga minyak, menekan nilai tukar rupiah. (Sejauh mana dan sampai kapan rupiah di atas Rp 16 ribu per dolar AS) Tergantung perkembangan perang Iran Israel. Tentunya juga harus menunggu intervensi apa yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia (BI),’’ jelasnya.(**)