Harga Beras Sulit Turun Setelah Naik, Mengapa? Ini Alasannya
HARGA BERAS: Harga beras di Indonesia baru-baru ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. FOTO: Screenshot Info Publik/RB--
Produksi beras sangat bergantung pada kondisi iklim. Musim kemarau yang panjang atau curah hujan yang tidak menentu dapat mengganggu panen dan menurunkan hasil produksi.
Kondisi iklim yang tidak dapat diprediksi membuat petani harus mempertimbangkan risiko-risiko tambahan, yang sering kali diantisipasi dengan menaikkan harga untuk menutupi potensi kerugian di masa depan.
BACA JUGA:Disnakkeswan: Kebutuhan Hewan Kurban untuk Iduladha di Bengkulu Capai 15.246 Ekor
Naiknya harga beras biasanya berdasarkan kebijakan pemerintah. Pemerintah seringkali menetapkan harga dasar untuk melindungi petani dari kerugian.
Kebijakan ini berarti pemerintah membeli beras dari petani dengan harga minimum tertentu.
Kebijakan ini membantu menjaga kestabilan harga beras di tingkat petani, tetapi di sisi lain juga membuat harga beras sulit turun di tingkat konsumen, karena harga dasar ini menjadi patokan minimum di pasar.
Biaya distribusi juga merupakan faktor penting dalam harga beras. Biaya ini meliputi transportasi dari daerah produksi ke daerah konsumsi, penyimpanan dan pengemasan.
Kondisi infrastruktur yang kurang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil, meningkatkan biaya distribusi.
Ketika biaya distribusi tinggi, harga beras di pasar juga ikut meningkat dan sulit untuk kembali turun.
Bahkan, harga beras juga dipengaruhi oleh fluktuasi harga pangan global.
Ketika harga komoditas pangan global naik, harga beras di pasar domestik cenderung ikut naik.
Hal Ini disebabkan karena Indonesia juga melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ketika harga beras impor naik, harga beras lokal juga akan terdorong naik dan sebaliknya.
Penurunan harga global tidak selalu langsung diikuti oleh penurunan harga di dalam negeri.