Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Puskesmas Sukamerindu Dampingi Catin
PELAYANAN: Petugas kesehatan Puskesmas Sukamerindu nampak siaga di lobi pelayanan.RENO DWI PRANOTO NH/RB--
Pasalnya, berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinsos) Kota Bengkulu terdapat 3 kematian ibu dan 38 bayi di bawah 11 bulan hingga Juli 2024 ini.
Untuk indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) jumlah kematian dalam per 1 semester 2024 dibagi dengan jumlah kelahiran hidup di Kota Bengkulu sebesar 3.605 dan dikali 100.000.
BACA JUGA:Workshop Pengembangan Karir MC UKM Seni UINFAS Bengkulu Diikuti 120 Peserta
BACA JUGA:Dorong Inovasi UMKM Lokal, Pemprov Bengkulu Beri Dukungan
Maka didapatkan AKB per 1 semester 2024 ini dengan angka 83,21 kematian pada ibu. Sedangkan AKI per 1 semester 2024 angka yang didapat sebesar 10,54.
Angka tersebut menjadi renungan, bahwa masih terjadi kematian pada ibu dan bayi di Kota Bengkulu dan mirisnya apabila tidak ditangani dengan baik maka angka tersebut semakin tinggi.
Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Bengkulu, Nelli Hartati, S.KM, M.M mengatakan sangat perihatin dengan angka tersebut, tingginya angka AKI dan AKB tentu menggambarkan kualitas dari pelayanan kesehatan.
“AKI dan AKB merupakan indikator kualitas pelayanan kesehatan di suatu wilayah,” terang Nelli.
Lanjut Nelli, tentunya harapannya tidak ada kematian ibu dan bayi di Kota Bengkulu, upaya sebelum itu terjadi sangat dipelukannya kesadaran masyarakat tentang kesehatannya dan kesadaran akan pelayanan kesehatan yang semestinya.
Nelli juga mengatakan selain kesadaran masyarakat tentunya di seluruh jajaran pelayanan kesahatan harus ditingkatkan lagi, karena ketika angka tersebut sudah berada di atas 10 persen maka kualitas pelayanan kesehatan perlu dipertanyakan.
“Kalau angka di atas 10 itu pelayanannya dipertanyakan dan ditingkatkan lagi,” kata Nelli.
Lanjut Nelli penyebab dari tingginya AKI dan AKB bisa dari segi pengetahuan masyarakat yang masih minim dan juga dikarenakan pelayanan yang tidak tercover karena pelayanan kesehatan yang masih terbatas.
“Jumlah RT sekitar 1.200 sedangkan Posyandu hanya sekitar 200 saja,” pungkas Nelli.
Untuk itu Nelli meminta agar seluruh unsur masyarakat meningkatkan partisipasi kesadaran kesehatan, juga aparat terdekat seperti Camat, Lurah dan RT dapat saling bersinergi memantau warganya yang sedang hamil dan mengaktifkan kembali Posyandu.
Untuk upaya saat ini transformasi layanan kesehatan sudah mulai diterapkan seperti Integrasi Pelayanan Primer (IPL) yang mana untuk mempermudah dan mendekatkan masyarakat kepada pelayanan kesehatan serta meningkatkan partisipasi.